BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di zaman perekonomian Asia yang telah
maju, perekonomian Eropa justru masih tertinggal jauh. Pusat perkembangan
ekonomi dan politik dunia dalam abad ke-14 s/d abad ke-15 adalah dunia Islam,
khususnya imperium Turki Usmani (Ottoman) yang telah menguasai wilayah-wilayah
strategis yang semula dikuasai oleh Romawi-Byzantium. Penguasaan
atas wilayah-wilayah itu sekaligus telah menyekat jalur perdagangan dari
Timur ke Barat yang mengakibatkan barang-barang dagangan dari Timur
seperti rempah-remapah menjadi langka dan harganya melambung tinggi.
Meskipun harganya relatif tinggi ternyata minat masyarakat Eropa waktu itu
terhadap komoditi itu tidak menurun, bahkan cenderung meningkat. Oleh
karena itu maka para penguasa dan pengusaha atau pedagang Eropa berupaya mencari
jalan alternatif ke daerah penghasil komoditi tersebut.
Meningkatnya permintaan baik dari Eropa
maupun dari tempat lainnya
seperti India secara tidak lengsung telah mendorong para
produsen di kepulauan Nusantara, khususnya kepulauan Maluku memperluas tanaman
ekspornya, terutama pala dan cengkeh. Selain adanya perluasan seperti
pala dan cengkeh, juga di beberapa pulau, seperti di Sumatera dikembangkan pula
komoditi lain yang juga sangat diminati orang-orang Eropa, yaitu lada. Walaupun
harganya hanya separuh rempah-rempah, namun waktu itu lada sudah termasuk
komoditi ekspor yang penting dari wilayah Nusantara, bahkan Asia Tenggara.
Menurut beberapa sumber, tanaman ini mulanya merupakan barang dagangan dari
Kerala, pantai Malabar di India barat daya, yang dikenal oleh orang-orang Arab
dan Eropa sebagai “negeri lada”. Sejak kapan lada dibumidayakan oleh penduduk
Sumatera tidak begitu jelas.
Awal Kolonialisme Bangsa Barat
Di satu pihak jatuhnya Byzantium ke
tangan Turki Usmani telah menyebabkan komoditi dari Asia Timur dan Asia
Tenggara di Eropa langka dan kalaupun adany harganya sangat mahal.
Namun di pihak lainnya peristiwa itu berdampak positif karena telah
mendorong meningkatnya ilmu pengetahuan di dunia Barat. Hal ini karena
banyak ahli budaya-teknologi dari Byzantium yang lari ke Barat berhasil
menularkan pengetahuannya di sana. Di Portugal misalnya, pengetahuan
geografis dan astronominya meningkat semakin baik, sehingga orang-orang
Portugis berhasil menjadi mualim-mualim kapal yang mahir dan tangguh.
Kepandaian ini kemudian dipadukan dengan berkembangnya teknologi perkapalannya mulai dari penemuan
sistem layar segitiga dengan temali-temali persegi, serta kontruksi kapal yang
semakin baik sehingga kapal-kapal mereka lebih mudah digerakkan dan lebih layak
dipakai untuk pelayaran samudra. Demikian pula teknologi persenjataan mereka
berkembang sehingga mampu menciptakan meriam-meriam yang dapat ditempatkan di
atas kapal-kapal mereka. Kapal-kapal perangnya lebih menyerupai panggung meriam
di lautan daripada istana terapung bagi para pemanah atau geladak balista (alat
pelontar) seperti pada kapal-kapal Romawi pada masa Julius Caesar dan
Oktavianus Agustus. Penemuan-penemuan teknologi itulah yang kemudian mendorong
mereka untuk mencari jalur baru ke India (dalam mitos masyarakat Eropa waktu
itu, rempah-rempah berasal dari India, sehingga mereka berlayar ke timur
termasuk ke benua Amerika, adalah untuk mencari India).
Namun perlu dikemukakan di sini, bahwa
Portugis berlayar ke timur bukan semata-mata untuk mencari rempah-rempah,
tetapi juga untuk mencari emas dan sekutu untuk melawan Turki dalam arti
melanjutkan “perang salib”. Pencarian emas dan perak kemudian menjadi penting
karena kedua logam mulia itu dijadikan semacam indikator kesuksesan satu negara,
seperti dikemukakan oleh Antonio Serra bahwa kekayaan itu tiada lain adalah
emas dan perak. Politik ekonomi ini dikenal di Eropa sebagai ekonomi
Merkantilis. Paham ini mulai berkembang sekitar tahun 1500-an dan semakin
berkembang setelah terbit tulisan-tulisan dari para pendukung
paham ini, seperti Jean Colbert dari Perancis dan Thomas Mun dari Inggris.
Atas dorongan Pangeran Henry ‘Si Mualim’,
Portugis memulai usaha pencarian emas dan jalan untuk mengepung lawan yang
beragama Islam dengan menelusuri pantai barat Afrika. Mereka berusaha mencari
jalan menuju Asia (India) guna memotong jalur pelayaran pedagang Islam,
sekaligus untuk memonopoli perdagangan komoditi tersebut.
Pada tahun 1478, Bartolomeu Diaz sampai
ke Tanjung Harapan di ujung selatan Benua Afrika. Kemudian pada tahun 1497
armada pimpinan Vasco da Gama sampai ke India. Pengalaman di India ini telah
menyadarkan orang-orang Portugis bahwa barang-barang perdagangan mereka tidak
dapat bersaing di pasaran India yang canggih dengan hasil-hasil yang mengalir
melalui jaringan perdagangan Asia. Oleh karena itulasemboyan “God
–Gold – Glory” bagi mereka menjadi relevan, karena tidak ada cara lain
untuk menguasai perdagangan Asia selain melalui peperangan dan
menjadikan daerah-daerah penghasil komoditi itu sebagai koloni.
BAB II
PEMBAHASAN
Dengan ditutupnya Bandar Konstantinopel
oleh Turki Usmani maka hubungan perdagangan antara Eropa dan Asia terputus. Hal
inilah yang mendorong bangsa-bangsa Barat mencari jalan sendiri ke dunia Timur
untuk mendapatkan rempah-rempah. Melalui penjelajahan samudra, bangsa-bangsa
Barat berhasil menemukan daerah-daerah baru, seperti Amerika, Afrika, dan Asia
termasuk Indonesia. Bangsa Portugis dan Spanyol berhasil mendarat di Indonesia,
kemudian disusul bangsa-bangsa Barat lain, seperti Belanda. Kedatangan Belanda
yang semula berdagang dengan membentuk kongsi dagang (VOC) kemudian berhasrat
untuk menguasainya. VOC menerapkan monopoli perdagangan dan penetrasi politik.
Itulah sebabnya kedatangan VOC di berbagai daerah di Nusantara selalu
mendapatkan perlawanan. Berawal dari kongsi dagang inilah, akhirnya seluruh
daerah diNusantara jatuh ke tangan kekuasaan Belanda. Nah, untuk memahami
dengan baik materi bab ini, ikuti dengan saksama uraian materi berikut ini.
A. Proses
Kedatangan Bangsa-Bangsa Barat ke Indonesia
Kedatangan orang-orang
Eropa pertama di kawasan Asia Tenggara pada awal abad XVI kadang-kadang
dipandang sebagai titik penentu yang paling penting dalam sejarah kawasan ini.
Pada abad XV bangsa Portugis merupakan salah satu bangsa yang mencapai
kemajuan-kemajuan di bidang teknologi. Bangsa Portugis telah dapat membuat
kapal-kapal yang lebih layak dan canggih di bandingkan dengan kapal-kapal
sebelumnya memungkinkan mereka melakukan sebuah pelayaran dan melebarkan
kekuasaaan ke seberang lautan. Dengan alasan untuk menguasai impor
rempah-rempah di kawasan Eropa, bangsa Portugis mencari daerah kawasan
penghasil rempah-rempah terbaik. Rempah-rempah di kawasan Eropa merupakan
kebutuhan dan juga cita rasa. Selama musim dingin di Eropa, tidak ada salah
satu cara pun yang dapat di jalankan untuk mempertahankan agar semua
hewan-hewan ternak dapat tetap hidup. Kerena itu banyak hewan ternak yang
disembelih dan dagingnya kemudian harus di awetkan. Untuk itulah diperlukan
sekali banyak garam dan rempah-rempah.
Cengkih dari Indonesia Timur adalah yang paling berharga. Indonesia juga menghasilkan lada, buah pala, dan bunga pala. Kekayaan alam Indonesia yang begitu melimpah termasuk dalam tanaman rempah-rempah menjadi alasan Portugis ingin menguasai daerah Indonesia sekaligus menguasai pasaran Eropa.
AWAL PROSES KEDATANGAN
BANGSA PORTUGIS KE INDONESIA
Tahun 1847, Bartolomeus Dias mengitari Tanjung Harapan dan memasuki perairan Samudra Hindia. Selanjutnya pada tahun 1947, Vasco da Gama sampai di India. Namun, orang-orang Portugis ini segera mengetahui bahwa barang-barang dagangan yang hendak mereka jual tidak dapat bersaing di pasaran India yang canggih dengan barang-barang yang mengalir melalui jaringan perdagangan Asia. Karena itu, mereka sadar harus melakukan peperangan di laut untuk mengukuhkan diri.
Gambar: Bartolomeus Diaz
Alfonso de Albuquerque merupakan panglima angkatan laut terbesar pada masa itu. Pada tahun 1503 Albuquerque berangkat menuju India, dan pada tahun 1510 dia menaklukan Goa di pantai barat yang kemudian menjadi pangkalan tetap portugis. Pada waktu itu telah dibangun pangkalan-pangkalan di tempat-tempat yang agak ke barat, yaitu di Ormuzdan Sokotra. Rencananya ialah untuk mendominasi perdagangan laut di Asia dengan cara membangun pangkalan tetap di tempat-tempat krusial yang dapat digunakan untuk mengarahkan teknologi militer Portugis yang tinggi. Pada tahun 1510, setelah mengalami banyak pertempuran, penderitaan, dan kekacauan internal, tampaknya Portugis hampir mencapai tujuannya. Sasaran yang paling penting adalah menyerang ujung timur perdagangan Asia di Maluku.
Gambar: Vasco da Gama
Setelah mendengar laporan-laporan pertama dari para pedagang Asia mengenai kekayaan Malaka yang sangat besar, Raja Portugis mengutus Diogo Lopez de Sequiera untuk menekan Malaka, menjalin hubungan persahabatan dengan penguasanya, dan menetap disana sebagai wakil Portugis di sebelah timur India. Tugas Sequiera tersebut tidak mungkin terlaksana seluruhnya ketika dia tiba di Maluku pada tahun 1509. Pada mulanya dia disambut dengan baik oleh Sultan Mahmud Syah (1488-1528), tetapi kemudian komunitas dagang internasional yang ada di kota itu meyakinkan Mahmud bahwa Portugis merupakan ancaman besar baginya. Akhirnya, Sultan Mahmud melawan Sequiera, menawan beberapa orang anak buahnya, dan membunuh beberapa yang lain. Ia juga mencoba menyerang empat kapal Portugis, tetapi keempat kapal tersebut berhasil berlayar ke laut lepas. Seperti yang telah terjadi di tempat-tempat yang lebih ke barat, tampak jelas bahwa penaklukan adalah satu-satunya cara yang tersedia bagi Portugis untuk memperkokoh diri.
Gambar: Alfonso de Albuquerque
Pada bulan April 1511, Albuquerque melakukan pelayaran dari Goa Purtugis menuju Malaka dengan kekuatan kira-kira 1200 orang dan 17 buah kapal. Peperangan pecah segera setelah kedatangannya dan berlangsung terus secara sporadis sepanjang bulan Juli hingga awal Agustus. Pihak Malaka terhambat oleh pertikaian antara Sultan Mahmud dan putranya, Sultan Ahmad yang baru saja diserahi kekuasaan atas negara namun dibunuh atas perintah ayahnya.
Malaka akhirnya berhasil ditaklukan oleh Portugis. Albuquerque menetap di Malaka sampai bulan November 1511, dan selama itu dia mempersiapkan pertahanan Malaka untuk menahan setiap serangan balasan orang-orang Melayu. Dia juga memerintahkan kapal-kapal yang pertama untuk mencari Kepulauan Rempah. Sesudah itu dia berangkat ke India dengan kapal besar, dia berhasil meloloskan diri ketika kapal itu karam di lepas pantai Sumatera beserta semua barang rampasan yang dijarah di Malaka.
Setelah satu kapal layar lagi tenggelam, sisa armada itu tiba di Ternate pada tahun itu juga. Dengan susah payah ekspedisi pertama itu tiba di Ternate dan berhasil mengadakan hubungan dengan Sultan Aby Lais. Sultan Ternate itu berjanji akan menyediakan cengkeh bagi Portugis setiap tahun dengan syarat dibangunnya sebuah benteng di pulau Ternate.
Hubungan dagang yang
tetap baru dapat dirintis oleh Antonio de Abrito. Hubungannya dengan Sultan
Ternate yang masih anak-anak, Kacili Abu Hayat, dan pengasuhnya yaitu Kacili
Darwis berlangsung sangat baik. Pihak Ternate tanpa ragu mengizinkan De Brito
membangun benteng pertama Portugis di Pulau Ternate (Sao Joao Bautista atau
Nossa Seighora de Rossario) pada tahun 1522. Penduduk Ternate menggunakan
istilah Kastela untuk benteng itu, bahkan kemudian benteng itu lebih dikenal
dengan nama benteng Gamalama. Sejak tahun 1522 hingga tahun 1570 terjalin suatu
hubungan dagang (cengkih) antara Portugis dan Ternate.
Portugis yang sedang menguasai Malaka, terbukti bahwa mereka tidak menguasai perdagangan Asia yang berpusat disana. Portugis tidak pernah dapat mencukupi kebutuhannya sendiri dan sangat tergantung kepada para pemasok bahan makanan dari Asia seperti halnya para penguasa Melayu sebelum mereka di Malaka. Mereka kekurangan dana dan sumber daya manusia. Organisasi mereka ditandai dengan perintah-perintah yang saling tumpang tindih dan membingungkan, ketidakefisienan, dan korupsi. Bahkan gubernur-gubernur mereka di Malaka turut berdagang demi keuntungan pribadi di pelabuhan Malaya, Johor, pajak dan harga barang-barangnya lebih rendah, dan hal tersebut telah merusak monopoli yang seharusnya mereka jaga. Para pedagang Asia mengalihkan sebagian besar perdagangan mereka ke pelabuhan-pelabuhan lain dan menghindari monopoli Portugis yang mudah.
Portugis yang sedang menguasai Malaka, terbukti bahwa mereka tidak menguasai perdagangan Asia yang berpusat disana. Portugis tidak pernah dapat mencukupi kebutuhannya sendiri dan sangat tergantung kepada para pemasok bahan makanan dari Asia seperti halnya para penguasa Melayu sebelum mereka di Malaka. Mereka kekurangan dana dan sumber daya manusia. Organisasi mereka ditandai dengan perintah-perintah yang saling tumpang tindih dan membingungkan, ketidakefisienan, dan korupsi. Bahkan gubernur-gubernur mereka di Malaka turut berdagang demi keuntungan pribadi di pelabuhan Malaya, Johor, pajak dan harga barang-barangnya lebih rendah, dan hal tersebut telah merusak monopoli yang seharusnya mereka jaga. Para pedagang Asia mengalihkan sebagian besar perdagangan mereka ke pelabuhan-pelabuhan lain dan menghindari monopoli Portugis yang mudah.
Gambar: Selat Malaka
Begitu cepat Portugis tidak lagi menjadi suatu kekuatan yang revolusioner. Keunggulan teknologi mereka yang terdiri atas teknik-teknik pelayaran dan militer berhasil dipelajari dengan cepat oleh saingan-saingan mereka dari Indonesia, meriam Portugis dengan cepet direbut oleh orang-orang Indonesia. Portugis menjadi suatu bagian dari jaringan konflik di selat Malaka, dimana Johor dan Aceh berlomba-lomba untuk saling mengalahkan Portugis agar bisa menguasai Malaka.
Kota Malaka mulai sekarat sebagai pelabuhan dagang selama berada dibawah cengkeraman Portugis. Mereka tidak pernah berhasil memonopoli perdagangan Asia. Portugis hanya mempunyai sedikit pengaruh terhadap kebudayaan orang-orang Indonesia yang tinggal di nusantara bagian barat, dan segera menjadi bagian yang aneh di dalam lingkungan Indonesia. Portugis telah mengacaukan secara mendasar organisasi sistem perdagangan Asia. Tidak ada lagi satu pelabuhan pusat dimana kekayaan Asia dapat saling dipertukarkan, tidak ada lagi negara Malaya yang menjaga ketertiban selat Malaka dan membuatnya aman bagi lalu lintas perdagangan. Sebaliknya komunitas dagang telah menyebar ke beberapa pelabuhan dan pertempuran sengit meletus di Selat.
Segera setelah Malaka ditaklukan, dikirimlah misi penyelidikan yang pertama ke arah timur dibawah pimpinan Francisco Serrao. Pada tahun 1512, kapalnya mengalami kerusakan, tetapi dia berhasil mencapai Hitu (Ambon sebelah utara). Disana dia mempertunjukkan keterampilan perang melawan suatu pasukan penyerang yang membuat dirinya disukai oleh penguasa setempat. Hal ini mendorong kedua penguasa setempat yang bersaing (Ternate dan Tidore) untuk menjajaki kemungkinan memperoleh bantuan Portugis. Portugis disambut baik di daerah itu juga karena mereka juga dapat membawa bahan pangan dan membeli rempah-rempah. Akan tetapi perdagangan Asia segera bangkit kembali, sehingga Portugis tidak pernah dapat melakukan suatu monopoli yang efektif dalam perdagangan rempah-rempah.
Sultan Ternate, Abu Lais (1522) membujuk orang Portugis untuk mendukungnya dan pada tahun 1522, mereka mulai membangun sebuah benteng disana. Sultan Mansur dari Tidore mengambil keuntungan dari kedatangan sisa-sisa ekspedisi pelayaran keliling dunia Magellan di tahun 1521 untuk membentuk suatu persekutuan dengan bangsa Spanyol yang tidak memberikan banyak hasil dalam periode ini.
Hubungan Ternate dan Portugis berubah menjadi tegang karena upaya yang lemah Portugis melakukan kristenisasi dan karena perilaku orang-orang Portugis yang tidak sopan. Pada tahun 1535, orang-orang Portugis di Ternate menurunkan Raja Tabariji (1523-1535) dari singgasananya dan mengirimnya ke Goa yang dikuasai Portugis. Disana dia masuk Kristen dan memakai nama Dom Manuel, dan setelah dinyatakan tidak terbukti melakukan hal-hal yang dituduhkan kepadanya, dia dikirim kembali ke Ternate untuk menduduki singgasananya lagi. Akan tetapi dalam perjalanannya dia wafat di Malaka pada tahun 1545. Namun sebelum wafat, dia menyerahkan Pulau Ambon kepada orang Portugis yang menjadi ayah baptisnya, Jordao de Freitas.
Akhirnya orang-orang Portugis yang membunuh Sultan Ternate, Hairun (1535-1570) pada tahun 1570, diusir dari Ternate pada tahun 1575 setelah terjadi pengepungan selama 5 tahun, mereka kemudian pindah ke Tidore dan membangun benteng baru pada tahun 1578. Akan tetapi Ambonlah yang kemudian menjadi pusat utama kegiatan-kegiatan Portugis di Maluku sesudah itu. Ternate sementara itu menjadi sebuah negara yang gigih menganut Islam dan anti Portugis dibawah pemerintahan Sultan Baabullah (1570-1583) dan putranya Sultan Said ad-Din Berkat Syah (1584-1606).
Pada waktu itu juga Portugis terlibat perang di Solor. Pada tahun 1562, para pendeta Dominik membangun benteng dari batang kelapa disana, yang pada tahun berikutnnya dibakar para penyerang beragama Islam dari Jawa. Namun orang-orang Dominik tetap bertahan dan segera membangun ulang benteng dari bahan yang lebih kuat dan mulai melakukan kristenisasi pada penduduk lokal.
Pada tahun sesudahnya, muncul serangan-serangan dari Jawa. Masyarakat Solor sendiri pun tidak secara keseluruhan senang terhadap orang-orang Portugis dan agama mereka, sehingga seringkali muncul perlawanan. Pada tahun 1598-1599, pemberontakan besar-besaran dari orang Solor memaksa pihak Portugis mengirimkan sebuah armada yang terdiri dari 90 kapal untuk menundukkan para pemberontak itu. Namun Portugis tetap menduduki benteng-benteng mereka di Solor sampai diusir oleh Belanda pada tahun 1613 dan setelah itu Portugis melakukan pendudukan kembali pada tahun 1636.
Diantara para petualang Portugis tersebut ada seorang Eropa yang tugasnya memprakarsai suatu perubahan yang tetap di Indonesia Timur. Orang ini bernama Francis Xavier (1506-1552) dan Santo Ignaius Loyola yang mendirikan orde Jesuit. Pada tahun 1546-1547, Xavier bekerja di tengah-tengah orang Ambon, Ternate, dan Moro untuk meletakkan dasar-dasar bagi suatu misi yang tetap disana. Pada tahun 1560-an terdapat sekitar 10.000 orang katolik di wilayah itu dan pada tahun 1590-an terdapat 50.000an orang. Orang-orang Dominik juga cukup sukses mengkristenkan Solor. Pada tahun 1590-an orang-orang Portugis dan penduduk lokal yang beragama Kristen di sana diperkirakan mencapai 25.000 orang.
PENGARUH BANGSA PORTUGIS DI INDONESIA
Selama berada di Maluku, orang-orang Portugis meninggalkan beberapa pengaruh kebudayaan mereka seperti balada-balada keroncong romantis yang dinyanyikan dengan iringan gitar berasal dari kebudayaan Portugis. Kosa kata Bahasa Indonesia juga ada yang berasal dari bahasa Portugis yaitu pesta, sabun, bendera, meja, Minggu, dll. Hal ini mencerminkan peranan bahasa Portugis disamping bahasa Melayu sebagai lingua franca di seluruh pelosok nusantara sampai awal abad XIX. Bahkan di Ambon masih banyak ditemukan nama-nama keluarga yang berasal dari Portugis seperti da Costa, Dias, de Fretas, Gonsalves, Mendoza, Rodriguez, da Silva, dll. Pengaruh besar lain dari orang-orang Portugis di Indonesia yaitu penanaman agama Katolik di beberapa daerah timur di Indonesia.
2. Kedatangan Bangsa Spanyol ke
Indonesia
Ferdinand Magelhaens (kadang juga ditulis Ferdinan)
Magelan. Karena tokoh inilah, yang memimpin armada yang pertama kali
mengelilingi dunia dan membuktikan bahwa bumi bulat, saat itu itu dikenal oleh
orang Eropa bumi datar. Dimulainya Kolonisasiberabad-abad
oleh Spanyol bersama bangsa Eropa lain, terutama Portugis,Inggris dan Belanda.
Dari Spanyol ke Samudra
Pasifik itulah armada
Portugis mengarungi Samudra Pasifik, melewati Tanjung Harapan Afrika,
menuju Selat Malaka.
Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari
rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat
petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh
pastor dan raja sebelum berlayar melalui samudera.
Pada
tanggal 20 September 1519, San Antonio, Concepción, Victoria, dan Santiago—yang
terbesar hingga yang terkecil—mengikuti kapal induk Magelhaens, Trinidad, kapal
terbesar kedua, seraya mereka berlayar menuju Amerika Selatan. Pada tanggal 13
Desember, mereka mencapai Brasil, dan sambil menatap Pāo de Açúcar, atau
Pegunungan Sugarloaf, yang mengesankan, mereka memasuki teluk Rio de Janeiro
yang indah untuk perbaikan dan mengisi perbekalan. Kemudian mereka melanjutkan
ke selatan ke tempat yang sekarang adalah Argentina, senantiasa mencari-cari el
paso, jalur yang sulit ditemukan yang menuju ke samudera lain. Sementara itu,
udara semakin dingin dan gunung es mulai tampak. Akhirnya, pada tanggal 31
Maret 1520, Magelhaens memutuskan untuk melewatkan musim salju di pelabuhan San
Julián yang dingin.
Pelayaran
tersebut kini telah memakan waktu enam kali lebih lama daripada pelayaran
Columbus mengarungi Samudra Atlantik yang pertama kali—dan belum terlihat satu
selat pun! Semangat juang mereka mulai sedingin cuaca di San Julián, dan
pria-pria, termasuk beberapa kapten serta perwira, merasa putus asa dan ingin
pulang saja. Tidaklah mengherankan bila terjadi pemberontakan. Namun, berkat
tindakan yang cepat dan tegas di pihak Magelhaens, hal itu digagalkan dan dua
pemimpin pemberontak tersebut tewas.
Kehadiran
kapal asing di pelabuhan pastilah menarik perhatian penduduk lokal yang
kuat—dan berbadan besar. Merasa seperti orang kerdil dibandingkan dengan
raksasa-raksasa ini, para pengunjung tersebut menyebut daratan itu Patagonia—dari
kata Spanyol yang berarti "kaki besar"—hingga hari ini. Mereka juga
mengamati 'serigala laut sebesar anak lembu, serta angsa berwarna hitam dan
putih yang berenang di bawah air, makan ikan, dan memiliki paruh seperti
gagak'. Tentu saja tidak lain tidak bukan adalah anjing laut dan pinguin!
Daerah
lintang kutub cenderung mengalami badai yang ganas secara tiba-tiba, dan
sebelum musim dingin berakhir, armada itu mengalami korban pertamnya—Santiago
yang kecil. Namun, untunglah para awaknya dapat diselamatkan dari kapal yang
karam itu. Setelah itu, keempat kapal yang masih bertahan, bagaikan ngengat
kecil bersayap yang terpukul di tengah arus laut yang membeku dan tak kunjung
reda, berjuang sekuat tenaga menuju ke selatan ke perairan yang semakin dingin—hingga
tanggal 21 Oktober. Berlayar di bawah guyuran air hujan yang membeku, semua
mata terpaku pada sebuah celah di sebelah barat. El paso? Ya! Akhirnya, mereka
berbalik dan memasuki selat yang belakangan dikenal sebagai Selat Magelhaens!
Namun, bahkan momen kemenangan ini ternoda. San Antonio dengan sengaja
menghilang di tengah jaringan rumit selat itu dan kembali ke Spanyol.
Ketiga
kapal yang masih bertahan, diimpit oleh teluk yang sempit di antara
tebing-tebing berselimut salju, dengan gigih berlayar melewati selat yang
berkelok-kelok itu. Merek mengamati begitu banyaknya api di sebelah selatan,
kemungkinan dari perkemahan orang Indian, jadi mereka menyebut daratan itu
Tierra del Fuego, “Tanah Api”.
Tiba
di Pilipina Magelhaens mengajak para penduduk lokal dan pimpinan mereka untuk
memeluk agama Katolik. Tetapi semangatnya juga menjadi bencana, dimana kemudian
ia terlibat dalam pertikaian antarsuku. Hanya dengan dibantu kekuatan 60 pria,
ia menyerang sekitar 1.500 penduduk pribumi, dengan keyakinan bahwa meskipun
harus melawan senapan busur, senapan kuno, namun Tuhan akan menjamin
kemenangannya. Akan tetapi yang terjadi adalah Sebaliknya, ia dan sejumlah
bawahannya tewas. Magelhaens pada saat itu berusia sekitar 41 tahun. Pigafetta
yang setia meratap, 'Mereka membunuh cerminan, penerang, penghibur, dan
penuntun sejati kita'. Beberapa hari kemudian, sekitar 27 perwira yang hanya
menyaksikan dari kapal mereka, dibunuh oleh para kepala suku yang sebelumnya
bersahabat.
Dikarenakan jumlah awak kapal yang tersisa hanya sedikit, sehingga tidak mungkin untuk berlayar menggunakan tiga kapal, mereka kemudian menenggelamkan Concepción dan berlayar dengan dua kapal yang masih tersisa, Trinidad dan Victoria ke tujuan terakhir mereka, yaitu kepulauan Rempah. Setelah ke 2 kapal tersebut diisi penuh dengan rempah-rempah, kemudian kedua kapal itu kembali berlayar secara terpisah. Akan tetapi salah satu dari ke 2 kapal tersebut,Trinidad tertangkap oleh Portugis dan kemudian awak kapalnya dipenjarakan.
Namun, Victoria, di bawah
komando mantan pemberontak Juan Sebastián de Elcano, luput. Sambil menghindari
semua pelabuhan kecuali satu, mereka mengambil risiko melewati rute Portugal
mengelilingi Tanjung Harapan. Namun, tanpa berhenti untuk mengisi perbekalan
merupakan strategi yang mahal. Sewaktu mereka akhirnya mencapai Spanyol pada
tanggal 6 September 1522—tiga tahun sejak keberangkatan mereka—hanya 18 pria
yang sakit dan tidak berdaya yang bertahan hidup. Meskipun demikian, tidak
dapat dibantah bahwa merekalah orang pertama yang berlayar mengelilingi bumi.
Juan Sebastián de Elcano pun menjadi pahlawan. Sungguh suatu hal yang
menakjubkan, muatan rempah Victoria seberat 26 ton menutup ongkos seluruh
ekspedisi!
Ketika satu kapal yang
selamat, Victoria, kembali ke pelabuhan setelah menyelesaikan perjalanan
mengelilingi dunia yang pertama kali, hanya 18 orang laki-laki dari 237
laki-laki yang berada di kapal pada awal keberangkatan. Di antara yang selamat,
terdapat dua orang Itali, Antonio Pigafetta dan Martino de Judicibus. Martino
de Judicibus (bahasa Spanyol: Martín de Judicibus) adalan orang dari Genoa[1]
yang bertindak sebagai Kepala Pelayan. Ia bekerja dengan Ferdinand Magellan
pada perjalanan historisnya untuk menemukan rute barat ke Kepulauan
Rempah-rempah Indonesia. [2] Sejarah perjalanannya diabadikan dalam pendaftaran
nominatif pada Archivo General de Indias di Seville, Spanyol. Nama keluarga ini
disebut dengan patronimik Latin yang tepat, yakni: "de Judicibus".
Pada awalnya ia ditugaskan pada Caravel Concepción, satu dari lima armada
Spanyol milik Magellan. Martino de Judicibus memulai ekspedisi ini dengan gelar
kapten. (baca selengkapnya dalam buku "Sejarah Kolonial Spanyol di
Indonesia" oleh David DS Lumoindong.
Sebelum menguasai kepulauan Filipina pada 1543, Spanyol menjadikan pulau Manado Tua sebagai tempat persinggahan untuk memperoleh air tawar. Dari pulau tersebut kapal-kapal Spanyol memasuki daratan Sulawesi-Utara melalui sungai Tondano. Hubungan musafir Spanyol dengan penduduk pedalaman terjalin melalui barter ekonomi bermula di Uwuran (sekarang kota Amurang) ditepi sungai Rano I Apo. Perdagangan barter berupa beras, damar, madu dan hasil hutan lainnya dengan ikan dan garam.
Gudang Kopi Manado dan
Minahasa menjadi penting bagi Spanyol, karena kesuburan tanahnya dan digunakan
Spanyol untuk penanaman kofi yang berasal dari Amerika-Selatan untuk dipasarkan
ke daratan Cina. Untuk itu di- bangun Manado sebagai menjadi pusat niaga bagi
pedagang Cina yang memasarkan kofi kedaratan Cina. Nama Manado dicantumkan dalam
peta dunia oleh ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541. Manado juga
menjadi daya tarik masyarakat Cina oleh kofi sebagai komoditi ekspor masyarakat
pedalaman Manado dan Minahasa. Para pedagang Cina merintis pengembangan gudang
kofi (kini seputar Pasar 45) yang kemudian menjadi daerah pecinan dan
pemukiman. Para pendatang dari daratan Cina berbaur dan berasimilasi dengan
masyarakat pedalaman hingga terbentuk masyarakat pluralistik di Manado dan
Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis dan Belanda.
Kemunculan nama Manado di
Sulawesi Utara dengan berbagai kegiatan niaga yang dilakukan Spanyol menjadi
daya tarik Portugis sejak memapankan posisinya di Ternate . Untuk itu Portugis
melakukan pendekatan mengirim misi Katholik ke tanah Manado dan Minahasa pada
1563 dan mengembangkan agama dan pendidikan Katholik. Lomba Adu Pengaruh di
Laut Sulawesi
Antara Minahasa dengan Ternate
ada dua pulau kecil bernama Mayu dan Tafure. Kemudian kedua pulau tadi
dijadikan pelabuhan transit oleh pelaut Minahasa. Waktu itu terjadi persaingan
Portugis dan Spanyol dimana Spanyol merebut kedua pulau tersebut. Pandey asal
Tombulu yang menjadi raja di pulau itu lari dengan armada perahunya kembali ke
Minahasa, tapi karena musim angin barat lalu terdampar di Gorontalo. Anak lelaki
Pandey bernama Potangka melanjutkan perjalanan dan tiba di Ratahan. Di Ratahan,
dia diangkat menjadi panglima perang karena dia ahli menembak meriam dan
senapan Portugis untuk melawan penyerang dari Mongondouw di wilayah itu. Tahun
1563 diwilayah Ratahan dikenal orang Ternate dengan nama “Watasina” karena
ketika diserang armada Kora-kora Ternate untuk menhalau Spanyol dari wilayah
itu (buku “De Katholieken en hare Missie” tulisan A.J. Van Aernsbergen). Tahun
1570 Portugis dan Spanyol bersekongkol membunuh raja Ternate sehinga membuat
keributan besar di Ternate. Ketika itu banyak pedagang Islam Ternate dan Tidore
lari ke Ratahan. Serangan bajak laut meningkat di Ratahan melalui Bentenan,
bajak laut menggunakan budak-budak sebagai pendayung. Para budak tawanan bajak
laut lari ke Ratahan ketika malam hari armada perahu bajak laut dirusak
prajurit Ratahan – Pasan. Kesimpulan sementara yang dapat kita ambil dari
kumpulan cerita ini adalah Penduduk asli wilayah ini adalah Touwuntu di wilayah
dataran rendah sampai tepi pantai Toulumawak di pegunungan, mereka adalah
keturunan Opok Soputan abad ke-tujuh. Nama Opo' Soputan ini muncul lagi sebagai
kepala walak wilayah itu abad 16 dengan kepala walak kakak beradik Raliu dan
Potangkuman. Penduduk wilayah ini abad 16 berasal dari penduduk asli dan para
pendatang dari Tombulu, Tompakewa (Tontemboan), Tonsea, Ternate dan tawanan
bajak laut mungkin dari Sangihe.
Tahun
1521 Spanyol Mulai Masuk perairan Indonesia
Awak kapal Trinidad yang ditangkap oleh Portugal dan dipenjarakan
kemudian dengan bantuan pelaut Minahasa dan Babontewu dari kerajaan Manado
mereka dapat meloloskan diri. Ke 12 pelaut ini kemudian berdiam dipedalaman
Minahasa, ke Amurang terus ke Pontak, kemudian setelah beberapa tahun mereka
dapat melakukan kontak kembali dengan armada Spanyol yang telah kembali ke
Pilipina. 1522 Spanyol memulai kolonisasi di Sulawesi Utara 1560 Spanyol
mendirikan pos di Manado
Minahasa memegang peranan sebagai lumbung beras bagi
Spanyol ketika melakukan usaha penguasaan total terhadap Filipina.
Pada tahun 1550 Spanyol telah mendirikan benteng di Wenang
dengan cara menipu Kepala Walak Lolong Lasut menggunakan kulit sapi dari
Benggala India yang dibawa Portugis ke Minahasa. Tanah seluas kulit sapi yang
dimaksud spanyol adalah tanah seluas tali yang dibuat dari kulit sapi itu.
Spanyol kemudian menggunakan orang Mongodouw untuk menduduki benteng Portugis
di Amurang pada tahun 1550-an sehingga akhirnya Spanyol dapat menduduki
Minahasa. Dan Dotu Kepala Walak (Kepala Negara) Lolong Lasut punya anak buah
Tonaas Wuri' Muda.
Nama Kema dikaitkan dengan pembangunan pangkalan militer
Spanyol ketika
Bartholomeo de Soisa mendarat pada 1651 dan mendirikan
pelabuhan di daerah yang disebutnya ‘La Quimas.’ Penduduk setempat mengenal
daerah ini dengan nama ‘Maadon’ atau juga ‘Kawuudan.’ Letak benteng Spanyol
berada di muara sungai Kema, yang disebut oleh Belanda, "Spanyaardsgat,
" atau Liang Spanyol.
Dr. J.G.F. Riedel menyebutkan bahwa armada Spanyol sudah
mendarat di Kema tepat 100 tahun sebelumnya.Kema berkembang sebagai ibu negeri
Pakasaan Tonsea sejak era pemerintahan Xaverius Dotulong, setelah
taranak-taranak Tonsea mulai meninggalkan negeri tua, yakni Tonsea Ure dan
mendirikan perkampungan- perkampungan baru. Surat Xaverius Dotulong pada 3 Februrari
1770 kepada Gubernur VOC di Ternate mengungkapkan bahwa ayahnya, I. Runtukahu
Lumanauw tinggal di Kema dan merintis pembangunan kota ini. Hal ini diperkuat
oleh para Ukung di Manado yang mengklaim sebagai turunan dotu Bogi, putera
sulung dari beberapa dotu bersaudara seperti juga dikemukakan Gubernur Ternate
dalam surat balasannya kepada Xaverius Dotulong pada 1 November 1772.
Asal nama Kema
Misionaris Belanda, Domine Jacobus Montanus dalam surat
laporan perjalanannya pada 17 November 1675, menyebutkan bahwa nama Kema, yang
mengacu pada istilah Spanyol, adalah nama pegunungan yang membentang dari Utara
ke Selatan. Ia menulis bahwa kata ‘Kima’ berasal dari bahasa Minahasa yang
artinya Keong. Sedangkan pengertian ‘Kema’ yang berasal dari kata Spanyol,
‘Quema’ yaitu, nyala, atau juga menyalakan. Pengertian itu dikaitkan dengan
perbuatan pelaut Spanyol sering membuat onar membakar daerah itu. Gubernur
Robertus Padtbrugge dalam memori serah terima pada 31 Agustus 1682 menyebutkan
tempat ini dengan sebutan "Kemas of grote Oesterbergen, " artinya
adalah gunung-gunung besar menyerupai Kerang besar. Sedangkan dalam kata Tonsea
disebut ‘Tonseka,’ karena berada di wilayah Pakasaan Tonsea.
Hendrik Berton dalam memori 3 Agustus 1767, melukiskan Kema
selain sebagai pelabuhan untuk musim angin Barat, juga menjadi ibu negeri
Tonsea. Hal ini terjadi akibat pertentangan antara Manado dengan Kema oleh
sengketa sarang burung di pulau Lembeh. Pihak ukung-ukung di Manado menuntut
hak sama dalam bagi hasil dengan ukung-ukung Kema. Waktu itu Ukung Tua Kema
adalah Xaverius Dotulong.
Portugis dan Spanyol merupakan tumpuan kekuatan gereja
Katholik Roma memperluas wilayah yang dilakukan kesultanan Ottoman di
Mediterania pada abad ke-XV. Selain itu Portugis dan Spanyol juga tempat
pengungsian pengusaha dan tenaga-tenaga terampil asal Konstantinopel ketika
dikuasai kesultanan Ottoman dari Turki pada 1453. Pemukiman tersebut
menyertakan alih pengetahuan ekonomi dan maritim di Eropa Selatan. Sejak itupun
Portugis dan Spanyol menjadi adikuasa di Eropa. Alih pengetahuan diperoleh dari
pendatang asal Konstantinopel yang memungkinkan bagi kedua negeri Hispanik itu
melakukan perluasan wilayah-wilayah baru diluar daratan Eropa dan Mediterania.
Sasaran utama adalah Asia-Timur dan Asia-Tenggara. Mulanya perluasan wilayah
antara kedua negeri terbagi dalam perjanjian Tordisalles, tahun 1492. Portugis
kearah Timur sedangkan Spanyol ke Barat. Masa itu belum ada gambaran bahwa bumi
itu bulat. Baru disadari ketika kapal-kapal layar kedua belah pihak bertemu di
perairan Laut Sulawesi. Kenyataan ini juga menjadi penyebab terjadi proses
reformasi gereja, karena tidak semua yang menjadi "fatwa" gereja
adalah Undang-Undang, hingga citra kekuasaan Paus sebagai penguasa dan wakil
Tuhan di bumi dan sistem pemerintahan absolut theokratis ambruk. Keruntuhan ini
terjadi dengan munculnya gereja Protestan rintisan Martin Luther dan Calvin di
Eropa yang kemudian menyebar pula ke berbagai koloni Eropa di Asia, Afrika dan
Amerika.
Dari kesepakatan Tordisalles itu, Portugis menelusuri dari
pesisir pantai Afrika dan samudera Hindia. Sedangkan Spanyol menelusuri
Samudera Atlantik, benua Amerika Selatan dan melayari samudera Pasifik.
Pertemuan terjadi ketika kapal-kapal Spanyol pimpinan Ferdinand Maggelan
menelusuri Pasifik dan tiba di pulau Kawio, gugusan kepulauan Sangir dan Talaud
di Laut Sulawesi pada 1521. Untuk mencegah persaingan di perairan Laut Sulawesi
dan Maluku Utara, kedua belah pihak memperbarui jalur lintas melalui perjanjian
Saragosa pada tahun 1529. Perjanjian tersebut membagi wilayah dengan melakukan
batas garis tujuhbelas derajat lintang timur di perairan Maluku Utara. Namun
dalam perjanjian tersebut,
Spanyol merasa dirugikan karena tidak meraih lintas niaga
dengan gugusan kepulauan penghasil rempah-rempah. Untuk itu mengirimkan
ekspedisi menuju Pasifik Barat pada 1542. Pada bulan Februari tahun itu lima
kapal Spanyol dengan 370 awak kapal pimpinan Ruy Lopez de Villalobos menuju
gugusan Pasifik Barat dari Mexico . Tujuannya untuk melakukan perluasan wilayah
dan sekaligus memperoleh konsesi perdagangan rempah-rempah di Maluku Utara.
Dari pelayaran ini Villalobos mendarat digugusan kepulauan
Utara disebut Filipina, di ambil dari nama putera Raja Carlos V, yakni Pangeran
Philip, ahli waris kerajaan Spanyol. Sekalipun Filipina tidak menghasilkan
rempah-rempah, tetapi kedatangan Spanyol digugusan kepulauan tersebut
menimbulkan protes keras dari Portugis. Alasannya karena gugusan kepulauan itu
berada di bagian Barat, di lingkungan wilayahnya. Walau mengkonsentrasikan
perhatiannya di Amerika-Tengah, Spanyol tetap menghendaki konsesi niaga
rempah-rempah Maluku-Utara yang juga ingin didominasi Portugis. Tetapi Spanyol
terdesak oleh Portugis hingga harus mundur ke Filipina. Akibatnya Spanyol
kehilangan pengaruh di Sulawesi Utara yang sebelumnya menjadi kantong ekonomi
dan menjalin hubungan dengan masyarakat Minahasa.
Dampak
Spanyol Bagi Ekonomi Indonesia Utara
Diplomasi para pemimpin pemerintahan Walak mendekati
Belanda berhasil mengusir Spanyol dari Minahasa. Namun konsekwensi yang harus
dialami adalah rintisan jalur niaga laut di Pasifik hasil rintisan Spanyol
sejak abad ke-17 terhenti dan memengaruhi perekonomian Sulawesi Utara. Sebab
jalur niaga ini sangat bermanfaat bagi penyebaran komoditi eskpor ke Pasifik.
Sejak itupun pelabuhan Manado menjadi sepi dan tidak berkembang yang turut
memengaruhi pengembangan kawasan Indonesia bagian Timur hingga Pasifik Barat
Daya. Dilain pihak, pelabuhan Manado hanya menjadi persinggahan jalur niaga
dari Selatan (berpusat di Surabaya, Tanjung Priok yang dibangun oleh Belanda
sejak abad ke-XVIII) ke Asia-Timur melalui lintasan Selat Makassar. Itupun
hanya digunakan musiman saat laut Cina Selatan tidak di landa gelombang ganas
bagi kapal-kapal. Sedangkan semua jalur niaga Asia-Timur dipusatkan melalui
Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia, Tanjung Harapan
Atlantik-Utara yang merupakan pusat perdagangan dunia.
Sebagai akibatnya kegiatan hubungan ekonomi diseputar Laut
Sulawesi secara langsung dengan dunia luar praktis terlantar. Karena penyaluran
semua komoditi diseluruh gugusan nusantara melulu diatur oleh Batavia yang
mengendalikan semua jaringan tata-niaga dibawah kebijakan satu pintu. Penekanan
ini membawa derita berkepanjangan bagi kegiatan usaha penduduk pedalaman
Minahasa.
Garis
waktu kolonialisasi
Kolonialisasi Spanyol
§ 1646 Spanyol di usir
dari Minahasa dan Sulawesi Utara. Tahun selanjutnya Spanyol masih mencoba
memengaruhi kerajaan sekitar untuk merebut kembali Minahasa tapi gagal,
terakhir dengan mendukung Bolaang Mongondow yang berakhir
tahun 1692.
3. Masuknya Bangsa Belanda
ke Indonesia
Mulai
tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa
wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara
kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang
tidak terpengaruh adalah Timor
Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi
Indonesia bernama Timor Timur.
Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, kecuali untuk suatu masa
pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasaiBritania setelah Perang Jawa Britania-Belanda dan masa penjajahan Jepang pada masa Perang Dunia
II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu kekuasaan kolonial
terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah mitos
belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah Belanda mendekati
kebangkrutannya.
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah
mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan
rempah-rempah di
Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap
penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah,
dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para
penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan
Bandaterus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan
Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian
mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak
yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam
politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan
yang melibatkan pemimpinMataram dan Banten.
Kolonisasi pemerintah Belanda
Setelah
VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang
pendek di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah
Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan
di Jawa berhasil ditumpas dalamPerang
Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa
Belanda mulai
diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan
yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman itu kemudian
diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para
pelaksananya - baik yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini
adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang
mereka sebut Politik Etis (bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk
investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi,
dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda
memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang Hindia-Belanda,
dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini.
Gerakan nasionalisme
Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, Budi Utomo.
Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah
penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri
dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di
Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk
Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.
Perang Dunia II
Pada
Mei 1940, awal Perang Dunia
II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda
mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika
Serikat dan Britania.
Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar
pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai
penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi
dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap
pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada
Maret 1942.
B. Perluasan Kolonialisme dan Imperialisme Barat di
Indonesia serta Pengaruhnya terhadap Kehidupan Rakyat
1. Kekuasaan VOC
di Indonesia
Galangan kapal Perusahaan Hindia Timur Belanda di Amsterdam,
sekitar tahun 1750.
Replika Amsterdam (1749)
Vereenigde
Oostindische Compagnie (Perserikatan
Perusahaan Hindia Timur atau Perusahaan
Hindia Timur Belanda) atau VOC yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah perusahaan Belanda yang memilikimonopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur
karena ada pula VWC yang
merupakan perserikatan dagang Hindia Barat.
Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia[2] sekaligus merupakan perusahaan pertama
yang mengeluarkan sistem pembagian saham.[3]
Meskipun
sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini
istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri
yang istimewa. Misalkan VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi
dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara.
VOC terdiri 6
Bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland),Enkhuizen, Delft, Hoorn dan Rotterdam.
Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren
XVII (XVII Tuan-Tuan). Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh
belas sesuai dengan proporsi modal yang mereka bayarkan; delegasi Amsterdam
berjumlah delapan.
Di Indonesia VOC
memiliki sebutan populer Kompeni atau Kumpeni.
Istilah ini diambil dari katacompagnie dalam
nama lengkap perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda. Tetapi rakyat Nusantara
lebih mengenal Kompeni adalah tentara Belanda karena penindasannya dan
pemerasan kepada rakyat Nusantara yang sama seperti tentara Belanda.
Logo Kamar Dagang VOC di Amsterdam
Latar belakang
Datangnya orang
Eropa melalui jalur laut diawali oleh Vasco da Gama,
yang pada tahun 1497-1498berhasil berlayar dari Eropa ke India melalui Tanjung
Pengharapan (Cape of
Good Hope) di ujung selatanAfrika, sehingga mereka tidak perlu lagi bersaing dengan
pedagang-pedagang Timur Tengah untuk memperoleh akses ke Asia Timur, yang
selama ini ditempuh melalui jalur darat yang sangat berbahaya. Pada awalnya,
tujuan utama bangsa-bangsa Eropa ke Asia Timur dan Tenggara termasuk ke
Nusantara adalah untuk perdagangan, demikian juga dengan bangsa Belanda.
Misi dagang yang kemudian dilanjutkan dengan politik pemukiman (kolonisasi)
dilakukan oleh Belanda dengan kerajaan-kerajaan di Jawa, Sumatera dan Maluku,
sedangkan di Suriname dan Curaçao,
tujuan Belanda sejak awal adalah murni kolonisasi (pemukiman). Dengan latar
belakang perdagangan inilah awal kolonialisasi bangsa Indonesia (Hindia
Belanda) berawal.
Selama abad ke 16
perdagangan rempah-rempah didominasi oleh Portugis dengan menggunakan Lisbon
sebagai pelabuhan utama. Sebelum revolusi di negeri Belanda kota Antwerp
memegang peranan penting sebagai distributor di Eropa Utara, akan tetapi
setelah tahun 1591 Portugis melakukan kerjasama dengan
firma-firma dari Jerman, Spanyol dan Italia menggunakan Hamburg sebagai
pelabuhan utama sebagai tempat untuk mendistribusikan barang-barang dari Asia,
memindah jalur perdagangan tidak melewati Belanda. Namun ternyata perdagangan
yang dilakukan Portugis tidak efisien dan tidak mampu menyuplai permintaan yang
terus meninggi, terutama lada. Suplai yang tidak lancar menyebabkan harga lada
meroket pada saat itu. Selain itu Unifikasi Portugal dan Kerajaan Spanyol (yang
sedang dalam keadaan perang dengan Belanda pada saat itu) pada tahun 1580, menimbulkan
kekhawatiran tersendiri bagi Belanda. ketiga faktor tersebutlah yang mendorong
Belanda memasuki perdagangan rempah-rempah Interkontinental. Akhirnya Jan Huyghen van Linschoten dan Cornelis de Houtman menemukan "jalur rahasia" pelayaran
Portugis, yang membawa pelayaran pertama Cornelis de Houtman ke Banten, pelabuhan utama di Jawa
pada tahun 1595-1597.
Pada tahun 1596 empat kapal ekspedisi dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlayar menuju Indonesia, dan
merupakan kontak pertama Indonesia dengan Belanda. Ekspedisi ini mencapai
Banten, pelabuhan lada utama di Jawa Barat, disini mereka terlibat dalam
perseteruan dengan orang Portugis dan penduduk lokal. Houtman berlayar lagi ke
arah timur melalui pantai utara Jawa, sempat diserang oleh penduduk lokal di
Sedayu berakibat pada kehilangan 12 orang awak, dan terlibat perseteruan dengan
penduduk lokal di Madura menyebabkan terbunuhnya seorang pimpinan lokal.
Setelah kehilangan separuh awak maka pada tahun berikutnya mereka memutuskan
untuk kembali ke Belanda namun rempah-rempah yang dibawa cukup untuk
menghasilkan keuntungan.
Adalah para
pedagang Inggris yang memulai mendirikan perusahaan
dagang di Asia pada 31 Desember 1600 yang dinamakan The British East India Company dan berpusat di Kalkuta.
Kemudian Belanda menyusul tahun 1602 dan Perancis pun tak mau ketinggalan dan mendirikan French East
India Company tahun 1604.
Pada 20 Maret
1602, para pedagang Belanda mendirikan Verenigde Oost-Indische Compagnie - VOC
(Perkumpulan Dagang India Timur). Di masa itu, terjadi persaingan sengit di
antara negara-negara Eropa, yaitu Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris,
Perancis dan Belanda, untuk memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia Timur.
Untuk menghadapai masalah ini, oleh Staaten
Generaal di Belanda, VOC
diberi wewenang memiliki tentara yang harus mereka biayai sendiri. Selain itu,
VOC juga mempunyai hak, atas nama Pemerintah Belanda -yang waktu itu masih
berbentuk Republik- untuk membuat perjanjian kenegaraan dan menyatakan perang
terhadap suatu negara. Wewenang ini yang mengakibatkan, bahwa suatu perkumpulan
dagang seperti VOC, dapat bertindak seperti layaknya satu negara.
Perusahaan ini
mendirikan markasnya di Batavia (sekarang Jakarta)
di pulau Jawa. Pos kolonial lainnya
juga didirikan di tempat lainnya di Hindia Timur yang kemudian menjadi Indonesia,
seperti di kepulauan
rempah-rempah (Maluku), yang
termasuk Kepulauan
Banda di mana VOC
manjalankan monopoli atas pala dan fuli. Metode yang
digunakan untuk mempertahankan monompoli termasuk kekerasan terhadap populasi
lokal, dan juga pemerasan dan pembunuhan massal.
Pos perdagangan
yang lebih tentram di Deshima, pulau buatan di lepas pantai Nagasaki,
adalah tempat satu-satunya di mana orang Eropa dapat berdagang dengan Jepang.
Tahun 1603 VOC memperoleh izin di Banten untuk
mendirikan kantor perwakilan, dan pada 1610 Pieter Both diangkat menjadiGubernur
Jenderal VOC pertama
(1610-1614), namun ia memilih Jayakarta sebagai basis administrasi VOC.
Sementara itu, Frederik de Houtman menjadi Gubernur VOC di Ambon (1605 - 1611) dan setelah itu menjadi
Gubernur untuk Maluku (1621 - 1623).
Hak istimewa
§ Hak monopoli
untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan sebelah
barat Selat Magelhaens serta menguasai
perdagangan untuk kepentingan sendiri;
§ Hak kedaulatan
(soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk:
1.
memelihara
angkatan perang,
2.
memaklumkan
perang dan mengadakan perdamaian,
3.
merebut
dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda,
4.
memerintah
daerah-daerah tersebut,
5.
menetapkan/mengeluarkan
mata-uang sendiri, dan
6.
memungut
pajak.
Sebuah saham Perusahaan Hindia Timur Belanda, tertanggal 7
November 1623, untuk jumlah 2.400 florin
Garis waktu
Pada 1652, Jan van
Riebeeck mendirikan
pos di Tanjung
Harapan (ujung selatan Afrika,
sekarang ini Afrika
Selatan) untuk menyediakan kapal VOC untuk perjalanan mereka ke Asia
Timur. Pos ini kemudian menjadi koloni sungguhan ketika lebih banyak lagi orang
Belanda dan Eropa lainnya mulai tinggal di sini. Pos VOC juga didirikan di Persia (sekarang Iran), Benggala(sekarang Bangladesh)
dan sebagian India), Ceylon (sekarang Sri Lanka),Malaka (sekarang Malaysia),
Siam (sekarang Thailand), Cina daratan (Kanton),
Formosa (sekarang Taiwan) dan
selatan India. Pada 1662, Koxingamengusir
Belanda dari Taiwan.
Pada 1669, VOC merupakan
perusahaan pribadi terkaya dalam sepanjang sejarah, dengan lebih dari 150
perahu dagang, 40 kapal perang, 50.000 pekerja, angkatan bersenjata pribadi
dengan 10.000 tentara, dan pembayarandividen 40%.
Perusahaan ini
hampir selalu terjadi konflik dengan Inggris; hubungan keduanya memburuk ketika
terjadi Pembantaian Ambon pada tahun 1623. Pada abad ke-18,
kepemilikannya memusatkan di Hindia Timur. Setelah peperangan keempat antara Provinsi
Bersatu dan Inggris (1780-1784), VOC mendapatkan
kesulitan finansial, dan pada17 Maret 1798, perusahaan ini
dibubarkan, setelah Belanda diinvasi oleh tentara Napoleon Bonaparte dari Perancis.
Hindia Timur diserahkan kepada Kerajaan
Belanda oleh Kongres Wina di 1815.
Tujuan VOC
Tujuan utama
dibentuknya VOC seperti tercermin dalam perundingan 15 Januari 1602 adalah untuk “menimbulkan bencana pada
musuh dan guna keamanan tanah air”. Yang dimaksud musuh saat itu adalah Portugis dan Spanyol yang pada kurun Juni 1580 –Desember 1640 bergabung menjadi satu kekuasaan yang
hendak merebut dominasi perdagangan di Asia. Untuk sementara
waktu, melalui VOC bangsa Belanda masih menjalin hubungan baik bersama
masyarakat Nusantara.
Pembubaran VOC
Pada pertengahan
abad ke-18 VOC mengalami kemunduran karena beberapa sebab sehingga dibubarkan.
Alasannya adalah sebagai berikut:
§ Banyak pegawai
VOC yang curang dan korupsi
§ Banyaknya gaji
yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai yang banyak
§ Pembayaran
Devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan setelah pemasukan
VOC kekurangan
§ Perubahan
politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang demokratis dan
liberal menganjurkan perdagangan bebas.
Berdasarkan
alasan di atas VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan hutang 136,7
juta gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa
kantor dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia.
2. Pemerintahan Thomas Stamford Bingley Raffles
Thomas Stamford Raffles
Sir Thomas Stamford Bingley
Raffles (lahir di Jamaica, 6 Juli 1781 – meninggal
di London, Inggris, 5 Juli 1826 pada
umur 44 tahun) adalah Gubernur-Jenderal Hindia-Belanda yang terbesar. Ia adalah seorang
warganegara Inggris. Ia dikatakan juga pendiri kota dan
negara kota Singapura. Ia salah seorangInggris yang paling dikenal sebagai yang menciptakan
kerajaan terbesar di dunia.
Raffles
di Hindia-Belanda
Raffles
diangkat sebagai Letnan Gubernur Jawa pada tahun 1811 dan dipromosikan sebagai Gubernur Sumatera tidak lama kemudian, ketika Inggris mengambil alih jajahan-jajahan Belandaketika
Belanda diduduki oleh Napoleon Bonaparte dari Perancis.
Ketika menjabat sebagai penguasa Hindia-Belanda, Raffles mengusahakan banyak
hal: beliau mengintroduksi otonomi terbatas, menghentikan perdagangan budak,
mereformasi sistem pertanahan pemerintah kolonial Belanda, menyelidiki flora
dan fauna Indonesia, meneliti peninggalan-peninggalan kuno seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan, Sastra Jawa serta banyak hal lainnya. Ia belajar
sendiri bahasa Melayu dan meneliti dokumen-dokumen sejarah Melayu yang
mengilhami pencariannya akan Borobudur. Hasil penelitiannya di pulau Jawa ia
tuliskan pada sebuah buku berjudulkan History of Java, yang
menceritakan mengenai sejarah pulau Jawa. Dalam melakukan
penelitiannya, Raffles dibantu oleh asistennya yaitu James Crawfurd dan Kolonel Colin Mackenzie.
Istri
Raffles, Olivia Marianne, wafat
pada tanggal 26 November 1814 di Buitenzorg dan dimakamkan diBatavia,
tepatnya di tempat yang sekarang menjadi Museum Prasasti.
Di Kebun Raya Bogordibangun
monumen peringatan untuk mengenang kematian sang isteri.
Kebijakan-kebijakan Raffles di bidang
tertentu adalah:
Bidang birokrasi dan pemerintahan
Langkah-langkah Raffles pada bidang
pemerintahan adalah:
§ Mengubah sistem
pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa pribumi menjadi sistem
pemerintahan kolonial yang bercorak Barat
§ Bupati-bupati
atau penguasa-penguasa pribumi dilepaskan kedudukannya yang mereka peroleh
secara turun-temurun
§ Sistem juri
ditetapkan dalam pengadilan
Bidang ekonomi dan keuangan
Petani diberikan
kebebasan untuk menanam tanaman ekspor, sedang pemerintah hanya berkewajiban
membuat pasar untuk merangsang petani menanam tanaman ekspor yang paling
menguntungkan. Penghapusan pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem
penyerahan wajib (verplichte leverantie) yang sudah diterapkan sejak
zaman VOC. Menetapkan sistem sewa tanah (landrent) yang berdasarkan
anggapan pemerintah kolonial. Pemungutan pajak secara perorangan.
Bidang hukum
Sistem peradilan
yang diterapkan Raffles lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh Daendels.
Karena Daendels berorientasi pada warna kulit (ras), Raffles lebih berorientasi
pada besar kecilnya kesalahan. Badan-badan penegak hukum pada masa Raffles
sebagai berikut:
§ Court of Justice, terdapat pada
setiap residen
§ Court of Request, terdapat pada
setiap divisi
§ Police of
Magistrate
Bidang sosial
Penghapusan kerja
rodi (kerja paksa) dan penghapusan perbudakan, tetapi dalam praktiknya ia
melanggar undang-undangnya sendiri dengan melakukan kegiatan sejenis
perbudakan. Peniadaan pynbank (disakiti), yaitu hukuman yang sangat
kejam dengan melawan harimau.
Bidang Ilmu Pengetahuan
§ Ditulisnya buku
berjudul History of the East
Indian Archipelago di Eidenburg pada tahun 1820 dan dibagi tiga
jilid
§ Raffles juga
aktif mendukung Bataviaach
Genootschap, sebuah perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan
Dari
kebijakan ini, salah satu pembaruan kecil yang diperkenalkannya di wilayah
kolonial Belanda adalah mengubah sistem mengemudi dari sebelah kanan ke sebelah
kiri, yang berlaku hingga saat ini.
Kembali
dari Hindia-Belanda
Pada
tahun 1815 Raffles kembali ke Inggris setelah Jawa dikembalikan ke Belanda setelah Perang Napoleon selesai. Pada 1817 ia menulis dan menerbitkan buku History of Java, yang
melukiskan sejarah pulau itu sejak zaman kuno.
Tetapi
pada tahun 1818 ia kembali ke Sumatera dan pada
tanggal 29 Januari 1819 ia mendirikan sebuah pos perdagangan
bebas di ujung selatan Semenanjung Malaka, yang di kemudian hari
menjadi negara kota Singapura.
Ini merupakan langkah yang berani, berlawanan dengan kebijakan Britania untuk
tidak menyinggung Belanda di wilayah yang diakui berada di bawah pengaruh
Belanda. Dalam enam minggu, beberapa ratus pedagang bermunculan untuk mengambil
keuntungan dari kebijakan bebas pajak, dan Raffles kemudian mendapatkan
persetujuan dari London.
Raffles
menetapkan tanggal 6 Februari tahun 1819 sebagai hari jadi Singapura modern.
Kekuasaan atas pulau itu pun kemudian dialihkan kepada Perusahaan Hindia Timur Britania.
Akhirnya pada tahun 1823, Raffles selamanya
kembali ke Inggris dan kota Singapura telah siap untuk berkembang menjadi pelabuhan terbesar
di dunia. Kota ini terus berkembang sebagai pusat perdagangan dengan
pajak rendah.
Raffles
di Inggris
Di
Inggris Raffles juga merupakan pendiri dan ketua pertama Zoological Society of London. Raffles dijadikan
seorang bangsawan pada tahun 1817.
Ia
meninggal sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-45, pada 5 Juli 1826, karena apoplexy atau stroke. Karena pendiriannya yang
menentang perbudakan, keluarganya tidak diizinkan mengebumikannya di halaman
gereja setempat (St. Mary's, Hendon).
Larangan ini dikeluarkan pendeta gereja itu, yang keluarganya memetik keuntungan
dari perdagangan budak. Ketika gereja itu diperluas pada 1920-an, kuburannya
dimasukkan ke dalam bagian bangunannya.
Jabatan pemerintahan
|
||
Gubernur-Jenderal Hindia-Belanda
1811-1816 |
||
Didahului oleh:
Jabatan baru |
Digantikan oleh:
Jabatan dihapuskan |
C. Pemerintahan Van den Bosch (Cultuurstelsel)
Graaf Johannes van den Bosch, pelopor Cultuurstelsel
Cultuurstelsel (harafiah: Sistem Kultivasi atau secara kurang tepat diterjemahkan
sebagai Sistem Budaya)
yang oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem
Tanam Paksa, adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa
menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual
kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen
diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah
harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah
yang menjadi semacam pajak.
Pada praktiknya
peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah pertanian
wajib ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Belanda.
Wilayah yang digunakan untuk praktik cultuurstelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang
tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan
pertanian.
Tanam paksa
adalah era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda.
Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan
penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada jaman VOC
wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu
dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset
tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman
keemasan kolonialis liberal Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940.
Akibat sistem
yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku
penggagas dianugerahi gelar Graafoleh raja
Belanda, pada 25 Desember 1839.
Cultuurstelsel kemudian dihentikan setelah muncul
berbagai kritik dengan dikeluarkannya UU Agraria 1870 dan UU Gula 1870,
yang mengawali era liberalisasi ekonomi dalam sejarah penjajahan Indonesia.
Sejarah
Pada tahun 1830 pada saat pemerintah penjajah hampir
bangkrut setelah terlibat perang Jawa terbesar (Perang Diponegoro,1825-1830), Gubernur Jenderal
Van den Bosch mendapat izin khusus melaksanakan sistem Tanam Paksa (Cultuur
Stelsel) dengan tujuan utama mengisi kas pemerintahan jajahan yang kosong, atau
menutup defisit anggaran pemerintah penjajahan.
Sistem tanam
paksa berangkat dari asumsi bahwa desa-desa di Jawa berutang sewa tanah kepada
pemerintah, yang biasanya diperhitungkan senilai 40% dari hasil panen utama
desa yang bersangkutan. Van den Bosch ingin setiap desa menyisihkan sebagian
tanahnya untuk ditanam komoditi ekspor ke Eropa (kopi, tebu, dan nila). Penduduk dipaksa
untuk menggunakan sebagian tanah garapan (minimal seperlima luas, 20%) dan
menyisihkan sebagian hari kerja untuk bekerja bagi pemerintah.
Dengan mengikuti
tanam paksa, desa akan mampu melunasi utang pajak tanahnya. Bila pendapatan
desa dari penjualan komoditi ekspor itu lebih banyak daripada pajak tanah yang
mesti dibayar, desa itu akan menerima kelebihannya. Jika kurang, desa tersebut
mesti membayar kekurangan tadi dari sumber-sumber lain.
Sistem tanam
paksa diperkenalkan secara perlahan sejak tahun 1830 sampai tahun 1835. Menjelang tahun 1840 sistem ini telah sepenuhnya berjalan
di Jawa.
Pemerintah
kolonial memobilisasi lahan pertanian, kerbau, sapi, dan tenaga kerja yang
serba gratis. Komoditas kopi, teh, tembakau, tebu, yang permintaannya di pasar
dunia sedang membubung, dibudidayakan.
Bagi pemerintah
kolonial Hindia Belanda, sistem ini berhasil luar biasa. Karena antara 1831-1871 Batavia tidak hanya bisa membangun
sendiri, melainkan punya hasil bersih 823 juta gulden untuk kas di Kerajaan
Belanda. Umumnya, lebih dari 30 persen anggaran belanja kerajaan berasal
kiriman dari Batavia. Pada 1860-an,
72% penerimaan Kerajaan Belanda disumbang dari Oost Indische atau Hindia Belanda. Langsung atau
tidak langsung, Batavia menjadi sumber modal. Misalnya, membiayai kereta api
nasional Belanda yang serba mewah. Kas kerajaan Belanda pun mengalami surplus.
Badan operasi
sistem tanam paksa Nederlandsche
Handel Maatchappij (NHM)
merupakan reinkarnasi VOC yang telah bangkrut.
Akibat tanam
paksa ini, produksi beras semakin berkurang, dan harganya pun melambung. Pada
tahun 1843, muncul bencana
kelaparan di Cirebon, Jawa Barat.
Kelaparan juga melanda Jawa Tengah,
tahun 1850.
Sistem tanam
paksa yang kejam ini, setelah mendapat protes keras dari berbagai kalangan di
Belanda, akhirnya dihapus pada tahun1870,
meskipun untuk tanaman kopi di luar Jawa masih terus berlangsung sampai 1915. Program yang
dijalankan untuk menggantinya adalah sistem sewa tanah dalam UU Agraria 1870.
Aturan
Berikut adalah isi dari aturan tanam paksa
§ Tuntutan kepada
setiap rakyat Indonesia agar menyediakan tanah pertanian untuk cultuurstelsel
tidak melebihi 20% atau seperlima bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis
tanaman perdagangan.
§ Pembebasan tanah
yang disediakan untuk cultuurstelsel dari pajak, karena hasil tanamannya
dianggap sebagai pembayaran pajak.
§ Rakyat yang
tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya dengan bekerja di perkebunan
milik pemerintah Belanda atau di pabrik milik pemerintah Belanda selama 66 hari
atau seperlima tahun.
§ Waktu untuk
mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk Culturstelsel tidak boleh
melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan
§ Kelebihan hasil
produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat
§ Kerusakan atau
kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan petani seperti
bencana alam dan terserang hama, akan di tanggung pemerintah Belanda
§ Penyerahan
teknik pelaksanaan aturan tanam paksa kepada kepala desa
Kritik
Wolter Robert baron van Hoëvell, pejuang Politk Etis
Serangan-serangan
dari orang-orang non-pemerintah mulai menggencar akibat terjadinya kelaparan
dan kemiskinan yang terjadi menjelang akhir 1840-an diGrobogan,Demak,Cirebon.
Gejala kelaparan ini diangkat ke permukaan dan dijadikan isu bahwa pemerintah
telah melakukan eksploitasi yang berlebihan terhadap bumiputra Jawa. Muncullah orang-orang humanis
maupun praktisi Liberal menyusun serangan-serangan strategisnya. Dari bidang sastra muncul Multatuli (Eduard Douwes Dekker), di lapanganjurnalistik muncul E.S.W. Roorda van
Eisinga, dan di bidang politik dipimpin oleh Baron van Hoevell.
Dari sinilah muncul gagasan politik etis.
Kritik
kaum liberal
Usaha kaum
liberal di negeri Belanda agar Tanam Paksa dihapuskan telah berhasil pada tahun 1870, dengan
diberlakukannya UU Agraria, Agrarische
Wet. Namun tujuan yang hendak dicapai oleh kaum liberal tidak hanya
terbatas pada penghapusan Tanam Paksa. Mereka mempunyai tujuan lebih lanjut.
Gerakan liberal di negeri Belanda dipelopori oleh para
pengusaha swasta. Oleh karena itu kebebasan yang mereka perjuangkan terutama
kebebasan di bidang ekonomi. Kaum liberal di negeri Belanda berpendapat bahwa
seharusnya pemerintah jangan ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi. Mereka
menghendaki agar kegiatan ekonomi ditangani oleh pihak swasta, sementara
pemerintah bertindak sebagai pelindung warga negara, menyediakan prasarana,
menegakkan hukuman dan menjamin keamanan serta ketertiban.
UU ini
memperbolehkan perusahaan-perusahaan perkebunan swasta menyewa lahan-lahan yang
luas dengan jangka waktu paling lama 75 tahun, untuk ditanami tanaman keras seperti karet, teh, kopi, kelapa sawit, tarum (nila), atau untuk tanaman semusim seperti tebudan tembakau dalam bentuk sewa jangka pendek.
Kritik
kaum humanis
Kondisi
kemiskinan dan penindasan sejak tanam paksa dan UU Agraria, ini mendapat kritik
dari para kaum humanis Belanda. Seorang Asisten Residen di Lebak, Banten, Eduard Douwes
Dekker mengarang buku Max Havelaar (1860). Dalam bukunya
Douwes Dekker menggunakan nama samaran Multatuli.
Dalam buku itu diceritakan kondisi masyarakat petani yang menderita akibat
tekanan pejabat Hindia Belanda.
Seorang anggota
Raad van Indie, C. Th van Deventer membuat tulisan berjudul Een Eereschuld, yang
membeberkan kemiskinan di tanah jajahan Hindia-Belanda. Tulisan ini dimuat
dalam majalah De Gids yang terbit tahun 1899. Van Deventer dalam
bukunya menghimbau kepada Pemerintah Belanda, agar memperhatikan penghidupan
rakyat di tanah jajahannya. Dasar pemikiran van Deventer ini kemudian
berkembang menjadi Politik Etis.
Dampak
Dalam
bidang pertanian
Cultuurstelsel menandai dimulainya penanaman tanaman
komoditi pendatang di Indonesia secara luas. Kopi dan teh, yang semula hanya
ditanam untuk kepentingan keindahan taman mulai dikembangkan secara luas. Tebu,
yang merupakan tanaman asli, menjadi populer pula setelah sebelumnya, pada masa
VOC, perkebunan hanya berkisar pada tanaman "tradisional" penghasil rempah-rempahseperti lada, pala, dan cengkeh.
Kepentingan peningkatan hasil dan kelaparan yang melanda Jawa akibat merosotnya
produksi beras meningkatkan kesadaran pemerintah koloni akan perlunya
penelitian untuk meningkatkan hasil komoditi pertanian,
dan secara umum peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pertanian.
Walaupun demikian, baru setelah pelaksanaan UU Agraria 1870 kegiatan penelitian
pertanian dilakukan secara serius.
Dalam
bidang sosial
Dalam
bidang pertanian, khususnya dalam struktur agraris tidak mengakibatkan adanya
perbedaan antara majikan dan petani kecil penggarap sebagai budak, melainkan
terjadinya homogenitas sosial dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan dalam
pembagian tanah. Ikatan antara penduduk dan desanya semakin kuat hal ini
malahan menghambat perkembangan desa itu sendiri. Hal ini terjadi karena
penduduk lebih senang tinggal di desanya, mengakibatkan terjadinya
keterbelakangan dan kurangnya wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduknya.
Dalam
bidang ekonomi
Dengan adanya tanam paksa tersebut menyebabkan pekerja
mengenal sistem upah yang sebelumnya tidak dikenal oleh penduduk, mereka lebih
mengutamakan sistem kerjasama dan gotongroyong terutama tampak di kota-kota
pelabuhan maupun di pabrik-pabrik gula. Dalam pelaksanaan tanam paksa, penduduk
desa diharuskan menyerahkan sebagian tanah pertaniannya untuk ditanami tanaman
eksport, sehingga banyak terjadi sewa menyewa tanah milik penduduk dengan
pemerintah kolonial secara paksa. Dengan demikian hasil produksi tanaman
eksport bertambah,mengakibatkan perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut
menguasai pertanian di Indonesia di kemudian hari.
Akibat lain dari adanya tanam paksa ini adalah timbulnya “kerja
rodi” yaitu suatu kerja paksa bagi penduduk tanpa diberi upah yang layak,
menyebabkan bertambahnya kesengsaraan bagi pekerja. Kerja rodi oleh pemerintah
kolonial berupa pembangunan-pembangunan seperti; jalan-jalan raya, jembatan,
waduk, rumah-rumah pesanggrahan untuk pegawai pemerintah kolonial, dan
benteng-benteng untuk tentara kolonial. Di samping itu, penduduk desa se tempat
diwajibkan memelihara dan mengurus gedung-gedung pemerintah, mengangkut surat-surat,
barang-barang dan sebagainya. Dengan demikian penduduk dikerahkan melakukan
berbagai macam pekerjaan untuk kepentingan pribadi pegawai-pegawai kolonial dan
kepala-kepala desa itu sendiri.
D. POLITIK KOLONIAL LIBERAL
DAN AGRARISCHE WET DI INDONESIA ABAD XIX
Politik kolonial liberal di Eropa
pada awalnya merupakan cerminan antara perbedaan dalam bidang politik yang
berhaluan totalitarisme (fasisme dan komunisme) dan liberalisme (sosialisme dan
kapitalisme). Hubungan timbal balik antara ekonomi pasar dengan liberalisasi
politik yang relatif bisa dilihat pada studi perbandingan mengenai
negara-negara fasis maupun komunis. (Edwin Fogelman: 150, 1985)
Doktrin liberal jauh lebih mengutamakan masyarakat dari pada negara. Dalam doktrin liberal klasik, “masyarakat pada dasarnya dianggap mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dan negara baru ikut campur tangan hanya kalau usaha-usaha masyarakat yang bersifat sukarela menemui kegagalan”.
Dengan demikian, teori Negara sebagai alat menempatkan negara pada kedudukannya sebagai pelengkap. Sejauh individu dapat menjalankan kehidupannya tanpa Negara, kaum liberal menentang keberadaan negara bahkan jika negara dapat melakukan yang lebih baik dari pada individu. (Edwin Fogelman: 190, 1985)
Selain itu, konsep hukum dibalik hukum secara langsung diturunkan dari pandangan kosesual Negara dan masyarakat dalam liberalisme klasik. Masyarakat dipahami sebagai himpunan bermacam-macam perkumpulan sukarela, dan negara itu juga pada intinya dianggap sebagai badan yang diorganisasikan secara sukarela, karena otoritasnya diperoleh atas dasar persetujuan mereka yang diperintah. Liberalisme selalu menganut pemikiran bahwa hubungan antara Negara dan masyarakat atau antara pemerintah dan individu pada akhirnya ditentukan oleh hokum yang kedudukannya lebih tinggi daripada hukum negara. (Edwin Fogelman:191, 1985)
Paham kebebasan liberalisme mulai tumbuh subur di Eropa dan dianggap sebagai paham yang paling sesuai untuk diterapkan oleh negara-negara yang menjunjung tinggi kebebasan. Liberalisme muncul sebagai sikap pendobrakan terhadap kekuasaan absolut dan didasarkan atas teori rasionalistis yang umum dikenal sebagai Social Contract. Sejak tahun 1900-an, politik dan ekonomi liberal memiliki hubungan yang sangat erat. Gagasan ekonomi liberal didasarkan pada sebuah pandangan; setiap individu harus diberi akses seluas mungkin untuk melakukan kegiatan-kegiatan ekonominya, tanpa ada intervensi dan campur tangan dari negara. Atas dasar itu, campur tangan negara tidak diperlukan lagi. Bila liberalisme awal (early liberalism) lebih menekankan pada hak-hak politik, maka sejak tahun 1900-an, liberalisme telah mencakup hampir seluruh dimensi kehidupan, termasuk di dalamnya liberalisasi pemikiran. (Ramadhan: 2006)
Pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan politik Belanda. Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh kemenangan dalam pemerintahan. Kemenangan itu diperoleh secara mutlak pada tahun 1870, sehingga tanam paksa dapat dihapuskan. Mereka berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani oleh pihak swasta. Pemerintah hanya mengawasi saja, yaitu hanya sebagai polisi penjaga malam yang tidak boleh campur tangan dalam bidang ekonomi. Sistem ini akan menumbuhkan persaingan dalam rangka meningkatkan produksi perkebunan di Indonesia. Dengan demikian pendapatan negara juga akan bertambah banyak.
Untuk mewujudkan sistem tersebut, pada tahun 1870 di Indonesia dilaksanakan politik kolonial liberal atau sering disebut “politik pintu terbuka” (open door policy). Sejak saat itu pemerintahan Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para pengusaha swastaasing untuk menenemkan modalnya, khususnya di bidang perkebunan. Pelaksanaan sistem liberal ini ditandai dengan keluarnya Undang-Undang De Waal, yaitu Undang-undang Agraria dan Undang-Undang Gula. Undang-Undang Gula (Agrarische Wet) menjelaskan, bahwa semua tanah di Indonesia adalah milik pemerintah kerajaan Belanda. Oleh karena itu, pihak swasta boleh menyewanya dalam jangka waktu antara 50-75 tahun di luar tanah-tanah yang digunakan oleh penduduk untuk bercocok tanam.
Sistem ekonomi kolonial antara tahun 1870 dan 1900 pada umumnya disebut sistem liberalisme. Yang dimaksudkan disini adalah bahwa pada masa itu untuk pertama kalinya dalam sejarah kolonial, modal swasta diberi peluang sepenuhnya untuk mengusahakan kegiatan di Indonesia, khususnya perkebunan-perkebunan besar di Jawa maupun di luar Jawa. Selama masa ini, pihak-pihak swasta Belanda maupun swasta Eropa lainnya mendirikan berbagai perkebunan-perkebunan kopi, teh, gula, dan kina. Pembukaan perkebunan-perkebunan besar ini dimungkinkan oleh Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) yang dikeluarkan pada tahun 1870. Pada suatu pihak Undang-undang Agraria membuka peluang bagi orang-orang asing, artinya orang-orang bukan pribumi Indonesia untuk menyewa tanah dari rakyat Indonesia. (Poesponegoro, Marwati Djoned: 118, 1993)
Pelaksanaan Politik Pintu Terbuka
Pada tahun 1860-an politik batig slot (mencari keuntungan besar) mendapat pertentangan dari golongan liberalis dan humanitaris. Kaum liberal dan kapital memperoleh kemenangan di parlemen. Terhadap tanah jajahan (Hindia Belanda), kaum liberal berusaha memperbaiki taraf kehidupan rakyat Indonesia. Keberhasilan tersebut dibuktikan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria tahun 1870. Pokok-pokok UU Agraria tahun 1870 berisi:
1) Pribumi diberi hak memiliki tanah dan menyewakannya kepada pengusaha swasta, serta
2) Pengusaha dapat menyewa tanah dari gubernemen dalam jangka waktu 75 tahun.
Dikeluarkannya UU Agraria ini mempunyai tujuan yaitu:
1) Memberi kesempatan dan jaminan kepada swasta asing (Eropa) untuk membuka usaha dalam bidang perkebunan di Indonesia, dan
2) Melindungi hak atas tanah penduduk agar tidak hilang (dijual).
UU Agraria tahun 1870 mendorong pelaksanaan politik pintu terbuka yaitu membuka Jawa bagi perusahaan swasta. Kebebasan dan keamanan para pengusaha dijamin. Pemerintah kolonial hanya memberi kebebasan para pengusaha untuk menyewa tanah, bukan untuk membelinya. Hal ini dimaksudkan agar tanah penduduk tidak jatuh ke tangan asing. Tanah sewaan itu dimaksudkan untuk memproduksi tanaman yang dapat diekspor ke Eropa.
Selain UU Agraria 1870, pemerintah Belanda juga mengeluarkan Undang-Undang Gula (Suiker Wet) tahun 1870. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada para pengusaha perkebunan gula. Isi dari UU ini yaitu:
1) Perusahaan-perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap, dan
2) Pada tahun 1891 semua perusahaan gula milik pemerintah harus sudah diambil alih oleh swasta.
Dengan adanya UU Agraria dan UU Gula tahun 1870, banyak swasta asing yang menanamkan modalnya di Indonesia, baik dalam usaha perkebunan maupun pertambangan.
Berikut ini beberapa perkebunan asing yang
muncul di Indonesia :
1) Perkebunan tembakau di Deli, Sumatra Utara.
2) Perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
3) Perkebunan kina di Jawa Barat.
4) Perkebunan karet di Sumatra Timur.
5) Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.
6) Perkebunan teh di Jawa Barat dan Sumatera Utara.
1) Perkebunan tembakau di Deli, Sumatra Utara.
2) Perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
3) Perkebunan kina di Jawa Barat.
4) Perkebunan karet di Sumatra Timur.
5) Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.
6) Perkebunan teh di Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Politik pintu terbuka yang diharapkan dapat memperbaiki kesejahteraan rakyat, justru membuat rakyat semakin menderita. Eksploitasi terhadap sumber-sumber pertanian maupun tenaga manusia semakin hebat. Rakyat semakin menderita dan sengsara. Adanya UU Agraria memberikan pengaruh bagi kehidupan rakyat, seperti berikut:
1) Dibangunnya fasilitas perhubungan dan irigasi.
2) Rakyat menderita dan miskin.
3) Rakyat mengenal sistem upah dengan uang, juga mengenal barang-barang ekspor dan impor.
4) Timbul pedagang perantara. Pedagang-pedagang tersebut pergi ke daerah pedalaman, mengumpulkan hasil pertanian dan menjualnya kepada grosir.
5) Industri atau usaha pribumi mati karena pekerja-pekerjanya banyak yang pindah bekerja di perkebunan dan pabrik-pabrik.
Pengaruh Politik Liberalis Bagi Indonesia
Sama halnya dengan negara-negara lain, di negeri Belanda para pengikut aliran liberalisme berpendapat bahwa negara seharusnya tidak campur tangan dalam kehidupan ekonomi, tetapi membiarkannya kepada kekuatan-kekuatan pasar. Mengikuti Adam Smith, para pengikut aliran liberalisme berpendapat bahwa satu-satunya tugas negara adalah memelihara ketertiban umum menegakkan hukum, dengan demikian kehidupan ekonomi dapat berjalan dengan lancar. Agar hal ini dapat diwujudkan, para pengikut aliran liberalisme menghendaki agar segala rintangannya yang sebelumya telah dibuat dihapuskan. (Poesponegoro, Marwati Djoned: 121, 1993)
Ketika orang-orang liberal mencapai kemenangan politik di negeri Belanda (setelah tahun 1850) mereka mencoba menerapkan azas-azas liberalisme di koloni-koloni Belanda khususnya di Indonesia. Mereka berpendapat ekonomi Hindia-Belanda akan berkembang dengan sendirinya jika diberi peluang sepenuhnya kepada kekuatan-kekuatan pasar untuk bekerja sebagaimana mestinya. Dalam prakteknya diartikan sebagai kebebasan berusaha dan adanya modal swasta Belanda untuk mengembangkan sayapnya di Hindia-Belanda dalam berbagai usaha kegiatan ekonomi. (Poesponegoro, Marwati Djoned: 121, 1993)
Bagi bangsa Indonesia, politik liberalisme jelas merupakan ideologi yang dapat mengancam kelangsungan kebangsaan Indonesia karena secara material, di dalamnya terkandung nilai-nilai sosial-politik yang tidak sesuai dan bertentangan dengan sikap politik bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita, berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Gerakan globalisasi dengan ideologi liberalismenya secara material adalah upaya sistematis taktis dari negara Barat yang diarahkan untuk meruntuhkan kesepakatan politik bangsa Indonesia dalam memandang hakikat nation state.
Politik pintu terbuka ternyata tidak membawa kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Van Deventer mengecam pemerintah Belanda yang tidak memisahkan keuangan negeri induk dan negeri jajahan. Kaum liberal dianggap hanya mementingkan prinsip kebebasan untuk mencari keuntungan tanpa memerhatikan nasib rakyat. Contohnya perkebunan tebu yang mengeksploitasi tenaga rakyat secara besar-besaran.
Dampak politik pintu terbuka bagi Belanda sangat besar. Negeri Belanda mencapai kemakmuran yang sangat pesat. Sementara rakyat di negeri jajahan sangat miskin dan menderita. Oleh karena itu, van Deventer mengajukan politik yang diperjuangkan untuk kesejahteraan rakyat. Politik ini dikenal dengan politik etis atau politik balas budi karena Belanda dianggap mempunyai hutang budi kepada rakyat Indonesia yang dianggap telah membantu meningkatkan kemakmuran negeri Belanda. Politik etis yang diusulkan van Deventer ada tiga hal, sehingga sering disebut Trilogi van Deventer. Isi Trilogi van Deventer dan penyimpangan-penyimpangannya.
Berikut ini Isi Trilogi van Deventer antara lain:
1) Irigasi (pengairan), yaitu diusahakan pembangunan irigasi untuk mengairi sawah-sawah milik penduduk untuk membantu peningkatan kesejahteraan penduduk,
2) Edukasi (pendidikan), yaitu penyelenggaraan pendidikan bagi masyarakat pribumi agar mampu menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang lebih baik,
3) Migrasi (perpindahan penduduk), yaitu perpindahan penduduk dari daerah yang padatpenduduknya (khususnya Pulau Jawa) ke daerah lain yang jarang penduduknya agar lebih merata.
Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut ini penyimpangan-penyimpangan tersebut:
1) Irigasi
Pengairan (irigasi) hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.
2) Edukasi
Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan murah Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya.
3) Migrasi
Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatra Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain. Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada mandor atau pengawasnya.
Walaupun pemikiran liberalisme di Hindia-Belanda diawali dengan harapan-harapan besar mengenai keunggulan sistem liberal dalam meningkatkan perkembangan ekonomi koloni sehingga menguntungkan kesejahteraan rakyat Belanda maupun rakyat Indonesia, namun pada akhir abad 19 terlihat jelas bahwa rakyat Indonesia sendiri tidak mengalami tingkat kemakmuran yang lebih baik dari sebelumnya. Meskipun produksi untuk ekspor meningkat dengan pesat antara tahun 1870-1900, namun pada akhir abad 19 mulai nampak bahwa orang-orang Indonesia di pulau Jawa telah mengalami kemerosotan dalam taraf hidup mereka. Hal ini menimbulkan kritik-kritik yang tajam di negeri Belanda.
e. Pelaksanaan Politik Etis
C.Th. van Deventer, salah seorang penganjur Politik Etis.
Politik Etis atau Politik
Balas Budi adalah suatu
pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab
moral bagi kesejahteraan pribumi.
Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.
Munculnya kaum
Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief)
dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata
pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang
terbelakang.
Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam
pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan
moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia
Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan
politik etis, yang terangkum dalam program Trias
Van deventer yang meliputi:
1.
Irigasi
(pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk
keperluan pertanian
2.
Emigrasi
yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi
3.
Edukasi
yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan
Banyak pihak
menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan
tulisan-tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa waktu sebelumnya,
sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai pencetus politik etis ini.
Kebijakan pertama
dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi untuk
perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan
penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan
yang berarti bagi bangsa Indonesia.
Pengaruh politik
etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan sekali dalam
pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda.
Salah seorang dari kelompok etis yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah
Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) yang Menteri
Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun 1900
inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata
di daerah-daerah.
Sementara itu,
dalam masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental antara orang-orang
Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa
prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk
mencapai tujuan tersebut, mereka berusaha menyadarkan kaum pribumi agar
melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model
Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya.
Penyimpangan
Pada dasarnya
kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik. Akan tetapi
dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para
pegawai Belanda. Berikut ini penyimpangan penyimpangan tersebut.
§ Irigasi
Pengairan hanya
ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda.
Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.
§ Edukasi
Pemerintah
Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan
tenaga administrasi yang cakap dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh
rakyat, hanya diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang
yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I
untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah
kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya.
§ Migrasi
Migrasi ke daerah
luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan
perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang
besar akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatera Utara,
khususnya di Deli, Suriname,
dan lain-lain. Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena
migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang
banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri,
pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale
Sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri
akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian
dikembalikan kepada mandor/pengawasnya.
Dari ketiga
penyimpangan ini, terjadi karena lebih banyak untuk kepentingan pemerintahan
Belanda.
Kritik
Pelaksanaan
politik etis bukannya tidak mendapat kritik. Kalangan Indo, yang secara sosial
adalah warga kelas dua namun secara hukum termasuk orang Eropa merasa
ditinggalkan. Di kalangan mereka terdapat ketidakpuasan karena pembangunan
lembaga-lembaga pendidikan hanya ditujukan kepada kalangan pribumi (eksklusif).
Akibatnya, orang-orang campuran tidak dapat masuk ke tempat itu, sementara
pilihan bagi mereka untuk jenjang pendidikan lebih tinggi haruslah pergi ke
Eropa, yang biayanya sangat mahal.
Ernest Douwes Dekker termasuk yang menentang ekses
pelaksanaan politik ini karena meneruskan pandangan pemerintah kolonial yang
memandang hanya orang pribumilah yang harus ditolong, padahal seharusnya
politik etis ditujukan untuk semua penduduk asli Hindia Belanda (Indiers),
yang di dalamnya termasuk pula orang Eropa yang menetap (blijvers)
D. DAMPAK
KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH KOLONIAL DI BERBAGAI DAERAH
Bidang Politik
Bidang Politik
Pada awal abad ke-20 pengaruh Belanda makin besar, mereka ikut campur masalah intern negara-negara tradisional, seperti masalah pergantian tahta, pengangkatan pejabat birokrasi, dan kebijakan politik negara. Ini berarti kekuasaan Belanda semakin besar dan sedangkan kekuasaan raja-raja atau Bupati semakin kecil. Mereka dijadikan pegawai pemerintah Belanda dengan kekuasaan yang terbatas bahkan hak-hak yang diberikan oleh adat telah hilang, kepemilikan atas tanah jabatanpun dihapus dan mereka diberi gaji.
Bidang
Sosial Ekonomi
Fungsi penguasa pribumi hanya sebagai alat dan pegawai pemerintah Belanda. Mereka digaji dengan uang, tidak boleh memungut pajak dan upeti. Masuknya sistem ekonomi uang maka beban rakyat semakin berat. Ekonomi uang memudahkan pemerintah Hindia Belanda untuk memungut pajak kepada rakyat, contoh Sistem sewa tanah, sangat memberatkan terutama penduduk desa sehingga kemiskinan tinggi. Pemerasan dan penindasan menimbulkan rasa anti pemerintah dikalangan rakyat yang pada akhirnya memicu timbulnya perlawanan-perlawanan.
Bidang Kebudayaan
Pengaruh kehidupan Barat di lingkungan masyarakat Indonesia makin meluas, pola hidup, cara berpakaian, tradisi keraton mulai menghilang. Dalam bidang agama mulai banyak penduduk yang memeluk agama nasrani. Besarnya pengaruh barat menimbulkan kekawatiran dikalangan masyarakat bahwa kebudayaan barat dapat merusak nilai-nilai kehidupan tradisional. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi meluasnya pengaruh Barat antara lain dilakukan dengan berpegangan pada agama.
E. Masa
Pendudukan Jepang
Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada
tanggal 17 Agustus 1945seiring
dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M.
Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Pada
Mei 1940, awal Perang Dunia II,
Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda
mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikatdan Inggris.
Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar
pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai
penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi
dari Sumatra menerima bantuan
Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda
yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Pada
Juli 1942, Soekarno menerima tawaran
Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga
dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta,
dan para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman
dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana
seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah
yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan,
terlibat perbudakan seks, penahanan
sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang
Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam
penguasaan Jepang. Jepang membentuk persiapan kemerdekaan yaitu BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau 独立準備調査会 (Dokuritsu junbi
chōsa-kai?) dalam bahasa Jepang.
Badan ini bertugas membentuk persiapan-persiapan pra-kemerdekaan dan membuat
dasar negara dan digantikan oleh PPKI yg tugasnya menyiapkan kemerdekaan.
Latar
Belakang
Bulan
Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe
Fumimaro sebagai
Perdana Menteri Jepang. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer
Jepang tidak menghendaki melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak
pertengahan tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan
Belanda harus dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya
alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka
butuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang.
Admiral
Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang
yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua
operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk
(pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20
kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65
kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk,
2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal
7 Desember 1941, akan menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika
Serikat di Pearl Harbor di kepulauan Hawaii.
Sedangkan kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki,
mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura,
yang akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang
dikerahkan ke Asia Tenggara adalah 11 Divisi Infantri yang didukung oleh 7
resimen tank serta 795 pesawat tempur. Seluruh operasi direncanakan selesai
dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo memimpin armada yang ditugaskan
menyerang Pearl Harbor.
Hari
minggu pagi tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat terbang
yang terdiri dari pembom pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur
diberangkatkan dalam dua gelombang. Pengeboman Pearl Harbor ini berhasil menenggelamkan dua kapal
perang besar serta merusak 6 kapal perang lain. Selain itu pemboman Jepang tesebut
juga menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika. Lebih dari 2.330 serdadu Amerika
tewas dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka. Namun tiga kapal induk Amerika
selamat, karena pada saat itu tidak berada di Pearl Harbor. Tanggal 8 Desember 1941, Kongres Amerika
Serikat menyatakan perang terhadap Jepang.
Perang
Pasifik ini
berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan negara-negara di Asia Timur,
termasuk Indonesia. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hndia-Belanda adalah
untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung
potensi perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat
penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai
sumber minyak utama.
Organisasi yang diprakarsai oleh Jepang
Sosial Budaya
Sistem Stratifikasi Sosial pada Zaman Jepang
Sistem
stratifikasi sosial pada zaman Jepang menempatkan golongan bumiputera di atas
golongan Eropa maupun golongan Timur Asing, kecuali Jepang. Hal ini disebabkan
oleh Jepang ingin yang mengambil hati rakyat Indonesia untuk membantu mereka
dalam perang Asia Timur Raya.
Sistem Stratifikasi Sosial
pada Zaman Industri Modern
Saat
ini, industrialisasi modern tentu membawa dampak yang jauh lebih luas daripada
industrialisasi pada masa Kolonial Belanda. Di perkotaan, terdapat pergeseran
struktur pekerjaan dan angkatan kerja. Misalnya, sekarang muncul jenis-jenis
pekerjaan baru yang dahulu tidak ada, yaitu jasa konsultan, advokasi, dan
lembaga bantuan hukum. Angkatan kerja juga mengalami pergeseran, terutama dalam
hal gender. Dahulu, tenaga kerja sangat dimonopoli kaum laki-laki. Namun saat
ini, kaum perempuan telah berperan di segala bidang pekerjaan.
Berdasarkan
hal tersebut, penentuan kelas sosial tidak lagi hanya ditentukan oleh aspek
ekonomi semata, tetapi juga ditentukan oleh aspek lain, seperti faktor kelangkaan
dan profesionalitas seseorang. Hal ini disebabkan oleh masyarakat industri yang
memang sangat mengahrgai kreativitas yang mampu memberi nilai tambah dalam
pekerjaan. Akibatnya, orang yang berpendidikan tinggi sangat dihargai oleh
masyarakat industri. Sebaliknya, orang yang berpendidikan rendah ditempatkan
pada strata bawah.
Dampak
Pendudukan Jepang Dalam Berbagai Aspek Kehidupan Bangsa Indonesia
Aspek Politik
Kebijakan
pertama yang dilakukan Dai Nippon (pemerintah militer Jepang) adalah melarang semua
rapat dan kegiatan politik. Pada tanggal 20 Maret 1942, dikeluarkan
peraturan yang membubarkan semua organisasi politik dan semua bentuk
perkumpulan. Pada tanggal 8 September 1942 dikeluarkan UU no. 2 Jepang
mengendalikan seluruh organisasi nasional.
Selain itu,
Jepangpun melakukan propaganda untuk menarik simpati bangsa Indonesia dengan
cara:
§ Melancarkan
semboyan 3A (Jepang pemimpin, Jepang cahaya dan Jepang pelindung Asia)
§ Melancarkan
simpati lewat pendidikan berbentuk beasiswa pelajar.
§ Menarik simpati
umat Islam untuk pergi Haji
§ Menarik simpati
organisasi Islam MIAI.
§ Melancarkan
politik dumping
§ Mengajak untuk
bergabung tokoh-tokoh perjuangan Nasional seperti: Ir. Soekarno, Drs. M. Hatta
serta Sutan Syahrir, dengan cara membebaskan tokoh tersebut dari penahanan
Belanda.
Selain propaganda,
Jepang juga melakukan berbagai tindakan nyata berupa pembentukan badan-badan
kerjasama seperti berikut:
§ Putera (Pusat
Tenaga Rakyat) dengan tujuan membujuk kaum Nasionalis sekuler dan intelektual
agar menyerahkan tenaga dan pikirannya untuk mengabdi kepada Jepang.
§ Jawa Hokokai
(Himpunan kebaktian Jawa) merupakan organisasi sentral dan terdiri dari
berbagai macam profesi (dokter, pendidik, kebaktian wanita pusat dan
perusahaan).
Penerapan
sistem Autarki (daerah yang harus memenuhi kebutuhan sendiri dan kebutuhan
perang). Sistem ini diterapkan di setiap wilayah ekonomi. Contoh Jawa menjadi
17 daerah, Sumatera 3 daerah, dan Meinsefu (daerah yang diperintah Angkatan
Laut) 3 daerah. Setelah penyerahan kekuasaan dari Belanda kepada Jepang di
Kalijati maka seluruh daerah Hindia Belanda menjadi 3 daerah pemerintahan
militer:
§ Daerah bagian
tengan meliputi Jawa dan Madura dikuasai oleh
tentara keenambelas denagn kantor pusat di Batavia (Jakarta).
§ Daerah bagian
Barat meliputi Sumatera dengan kantor
pusat di Bukittinggi dikuasai oleh tentara
keduapuluhlima.
§ Daerah bagian
Timur meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusantara, Maluku dan Irian Jaya dibawah
kekuasaan armada selatan kedua dengan pusatnya di Makassar.
Selain
kebijakan politik di atas, pemerintah Militer Jepang juga melakukan perubahan
dalam birokrasi pemerintahan, diantaranya adalah pembentukan organisasi
pemerintahan di tingkat pusat dengan membentuk Departemen dan pembentukan Cou Sang In/dewan penasehat.
Untuk mempermudah pengawasan dibentuk tiga pemerintahan militer yakni:
§ Pembentukan
Angkatan Darat/Gunseibu, membawahi Jawa dan Madura dengan Batavia
sebagai pusat dan dikenal dengan tentara ke enam belas dipimpin oleh Hitoshi
Imamura.
§ Pembentukan
Angkatan Darat/Rikuyun, yang membawahi Sumatera dengan pusat Bukit
Tinggi (Sumatera Barat) yang dikenal dengan tentara ke dua puluh lima dipimpin
oleh Jendral Tanabe.
§ Pembentukan
Angkatan Laut/Kaigun, yang membawahi Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku dan Irian dengan pusatnya Ujung Pandang (Makasar) yang dikenal
dengan Armada Selatan ke dua dengan nama Minseifu dipimpin Laksamana Maeda.
Untuk kedudukan
pemerintahan militer sementara khusus Asia Tenggara berpusat di Dalat/Vietnam.
Aspek Ekonomi dan Sosial
Pada
kedua aspek ini, Anda akan menemukan bagaimana praktek eksploitasi ekonomi dan
sosial yang dilakukan Jepang terhadap bangsa Indonesia dan Anda bisa
membandingkan dampak ekonomi dan sosial dengan dampak politis dan birokrasi.
Hal-hal yang diberlakukan dalam sistem pengaturan ekonomi pemerintah Jepang
adalah sebagai berikut:
§ Kegiatan ekonomi
diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh potensi sumber daya alam dan
bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang. Jepang
menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, Bank dan perusahaan penting. Banyak
lahan pertanian yang terbengkelai akibat titik berat kebijakan difokuskan pada
ekonomi dan industri perang. Kondisi tersebut menyebabkan produksi pangan
menurun dan kelaparan serta kemiskinan meningkat drastis.
§ Jepang
menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran
yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan peredaran
sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya
harga barang. Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus
memonopoli penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak
langsung berkaitan dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula, pemaksaan menanam pohon jarak dan
kapas pada lahan pertanian dan perkebunan merusak tanah.
§ Menerapkan
sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan
menunjang kegiatan perang). Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua kekayaan
dikorbankan untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat
baik fisik maupun material.
Pada
tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak, sehingga
tuntutan akan kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk mengatasinya
pemerintah Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara
besar-besaran melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta
instansi resmi pemerintah. Dampak dari kondisi tersebut, rakyat dibebankan
menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung desa dan 40%
menjadi hak pemiliknya. Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit,
gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit mewabah melanda
hampir di setiap desa di pulau Jawa salah satunya: Wonosobo (Jateng) angka kematian 53,7% dan
untuk Purworejo (Jateng) angka kematian mencapai
224,7%. Bisa Anda bayangkan bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan
bangsa Indonesia pada masa Jepang (bahkan rakyat dipaksa makan makanan hewan
seperti keladi gatal, bekicot, umbi-umbian).
Aspek Kehidupan Militer
Pada
aspek militer ini, Anda akan memahami bahwa badan-badan militer yang dibuat
Jepang semata-mata karena kondisi militer Jepang yang semakin terdesak dalam
perang Pasifik.
Memasuki
tahun kedua pendudukannya (1943), Jepang semakin intensif mendidik dan melatih
pemuda-pemuda Indonesia di bidang militer. Hal ini disebabkan karena situasi di
medan pertempuran (Asia – Pasifik) semakin menyulitkan Jepang. Mulai dari
pukulan Sekutu pada pertempuran laut di Midway (Juni 1942) dan sekitar
Laut Karang (Agustus ’42 – Februari 1943). Kondisi tersebut diperparah dengan
jatuhnya Guadalacanal yang merupakan basis kekuatan Jepang
di Pasifik (Agustus 1943).
Situasi
di atas membuat Jepang melakukan konsolidasi kekuatan dengan menghimpun
kekuatan dari kalangan pemuda dan pelajar Indonesia sebagai tenaga potensial
yang akan diikutsertakn dalam pertempuran menghadapi Sekutu.
Dampak
Positif dan Negatif Pendudukan Jepang di Indonesia
Masa
Pendudukan Jepang di Indonesia adalah masa yang sangat berpengaruh bagi
perkembangan Indonesia, selain itu hampir tidak adanya tantangan yang berarti
kepada Belanda sebelumnya. Dalam masanya yang singkat itu, Jepang membawa
dampak yang positif dan juga membawa dampak yang negatif bagi bangsa Indonesia
pada umumnya. Pada umumnya kebanyakan beranggapan masa pendudukan Jepang adalah
masa-masa yang kelam dan penuh penderitaan. Akan tetapi tidak semuanya itu
benar, ada beberapa kebijakan pemerintah pendudukan Jepang yang memberikan dampak
positif, terutama dalam pembentukan nasionalisme Indonesia dan pelatihan
militer bagi pemuda Indonesia.
Dampak Positif Pendudukan Jepang
Tidak
banyak yang mengetahui tentang dampak positifnya Jepang menduduki Indonesia.
Ada pun dampak positif yang dapat dihadirkan antara lain :
§ Diperbolehkannya
bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa komunikasi nasional dan menyebabkan
bahasa Indonesia mengukuhkan diri sebagai bahasa nasional.
§ Jepang mendukung
semangat anti-Belanda, sehingga mau tak mau ikut mendukung semangat
nasionalisme Indonesia. Antara lain menolak pengaruh-pengaruh Belanda, misalnya
perubahan nama Batavia menjadi Jakarta.
§ Untuk
mendapatkan dukungan rakyat Indonesia, Jepang mendekati pemimpin nasional
Indonesia seperti Sukarno dengan harapan agar Sukarno mau membantu Jepang
memobilisasi rakyat Indonesia. Pengakuan Jepang ini mengukuhkan posisi para
pemimpin nasional Indonesia dan memberikan mereka kesempatan memimpin
rakyatnya.
§ Dalam bidang
ekonomi didirikannya kumyai yaitu koperasi yang bertujuan untuk kepentingan
bersama.
§ Pembentukan
strata masyarakat hingga tingkat paling bawah yaitu rukun tetangga (RT) atau Tonarigumi
§ Diperkenalkan
suatu sistem baru bagi pertanian yaitu line
system (sistem pengaturan
bercocok tanam secara efisien) yang bertujuan untuk meningkatkan produksi
pangan.
§ Dibentuknya
BPUPKI dan PPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Dari sini muncullah
ide Pancasila.
§ Jepang dengan
terprogram melatih dan mempersenjatai pemuda-pemuda Indonesia demi kepentingan
Jepang pada awalnya. Namun oleh pemuda hal ini dijadikan modal untuk berperang
yang dikemudian hari digunakan untuk menghadapi kembalinya pemerintah kolonial
Belanda.
§ Dalam pendidikan
dikenalkannya sistem Nipon-sentris dan diperkenalkannya kegiatan upacara dalam
sekolah.
Dampak Negatif Pendudukan Jepang
Selain dampak
positifnya tadi diatas, Jepang juga membawa dampak negatif yang luar biasa
antara lain :
§ Penghapusan semua
organisasi politik dan pranata sosial warisan Hindia Belanda yang sebenarnya
banyak diantaranya yang bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan, sosial,
ekonomi, dan kesejahteraan warga.
§ Romusha, mobilisasi
rakyat Indonesia (terutama warga Jawa) untuk kerja paksa dalam kondisi yang
tidak manusiawi.
§ Penghimpunan
segala sumber daya seperti sandang, pangan, logam, dan minyak demi kepentingan
perang. Akibatnya beras dan berbagai bahan pangan petani dirampas Jepang
sehingga banyak rakyat yang menderita kelaparan.
§ Krisis ekonomi
yang sangat parah. Hal ini karena dicetaknnya uang pendudukan secara
besar-besaran sehingga menyebabkan terjadinya inflasi.
§ Kebijakan self sufficiency (kawasan mandiri) yang menyebabkan
terputusnya hubungan ekonomi antar daerah.
§ Kebijakan fasis
pemerintah militer Jepang yang menyebar polisi khusus dan intelijen di kalangan
rakyat sehingga menimbulkan ketakutan. Pemerintah Jepang bebas melanggar hak
asasi manusia dengan menginterogasi, menangkap, bahkan menghukum mati siapa
saja yang dicurigai atau dituduh sebagai mata-mata atau anti-Jepang tanpa
proses pegadilan.
§ Pembatasan pers
sehingga tidak ada pers yang independen, semuanya dibawah pengawasan Jepang.
§ Terjadinya
kekacauan situasi dan kondisi keamanan yang parah seperti maraknya perampokan,
pemerkosaan dan lain-lain.
§ Pelarangan
terhadap buku-buku berbahasa Belanda dan Inggris yang menyebabkan pendidikan
yang lebih tinggi terasa mustahil.
§ Banyak guru-guru
yang dipekerjakan sebagai pejabat-pejabat pada masa itu yang menyebabkan
kemunduran standar pendidikan secara tajam.
Langkah Bermain Bingo Resort Online Ayo Daftar Sekarang Juga Dan Dapatkan Bonus Berlimpah !!!
BalasHapus